Sabtu, 02 Juni 2012

Istana di Awang-awang

Abu Nawas belum kembali. Kata istrinya ia bersama seorang Pendeta dan
seorang Ahli Yoga sedang melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini
Baginda amat membutuhkan bantuan Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini,
Baginda merencanakan membangun istana di awang-awang. Karena sebagian dari
raja-raja negeri sahabat telah membangun bangunan-bangunan yang luar biasa.



Baginda tidak ingin menunggu Abu Nawas lebih lama lagi. Beliau mengutus
beberapa orang kepercayaanya untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak berhasil
menemukan Abu Nawas kerena Abu Nawas temyata sudah berada di rumah ketika
mereka baru berangkat.



Abu Nawas menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Baginda amat riang.
Saking gembiranya beliau mengajak Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar
menukar cerita-cerita lucu, lalu Baginda mulai mengutarakan rencananya.



“Aku sangat ingin membangun istana di awang-awang agar aku lebih terkenal
di antara raja-raja yang lain. Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud,
wahai Abu Nawas?”


“Tidak ada yang tidak mungkin diiakukan di dunia ini Paduka yang mulia.”
kata Abu Nawas berusaha mengikuti arah pembicaraan Baginda.


“Kalau menurut pendapatmu hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku
serahkan sepenuhnya tugas ini kepadamu.” kata Baginda puas.



Abu Nawas terperanjat. Ia menyesal telah mengatakan kemungkinan mewujudkan
istana di awang-awang. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-kata yang
telah terlanjur didengar oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu Abu Nawas beberapa minggu. Rasanya tak ada yang lebih
berat bagi Abu Nawas kecuali tugas yang diembannya sekarang. Jangankan
membangun istana di langit, membangun sebuah gubuk kecil pun sudah
merupakan hal yang mustahil dikerjakan.



Hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya. Begitu gumam Abu Nawas. Hari-hari
berlalu seperti biasa. Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan
bagaimana membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar
istana di langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubung-hubungkan. Abu
Nawas bahkan berusaha menjangkau masa kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa
dulu ia pemah bermain layang-layang. Dan inilah yang membuat Abu Nawas
girang. Abu Nawas tidak menyia-nyiakan waktu lagi. Ia bersama beberapa
kawannya merancang layang-layang raksasa berbentuk persegi empat. Setelah
rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu serta jendela-jendela dan
ornamen-omamen lainnya. Ketika semuanya selesai Abu Nawas dan
kawan-kawannya menerbangkan layang-layang raksasa itu dari suatu tempat
yang dirahasiakan.



Begitu layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa,
penduduk negeri gempar. Baginda Raja girang bukan kepalang. Benarkah Abu
Nawas berhasil membangun istana di langit? Dengan tidak sabar beliau
didampingi beberapa orang pengawal bergegas menemui Abu Nawas. Abu Nawas
berkata dengan bangga.



“Paduka yang mulia, Istana pesanan paduka telah rampung.”



“Engkau benar-benar hebat wahai Abu Nawas.” kata Baginda memuji Abu Nawas.


“Terima kasih Baginda yang mulia.” kata Abu Nawas.


“Lalu bagaimana caranya aku ke sana?” tanya Baginda.


“Dengan tambang, Paduka yang mulia.” kata Abu Nawas.


“Kalau begitu siapkan tambang itu sekarang. Aku ingin segera melihat
istanaku dari dekat.” kata Baginda tidak sabar.


“Maafkan hamba Paduka yang mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang itu.
Sehingga seorang kawan hamba tertinggal di sana dan tidak bisa turun.” kata
Abu Nawas.


“Bagaimana dengan engkau sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke
bumi?” tanya Baginda.


“Dengan menggunakan sayap Paduka yang mulia.” kata Abu Nawas dengan bangga.


“Kalau begitu buatkan aku sayap supaya aku bisa,terbang ke sana.” kata
Baginda. “Paduka yang mulia, sayap itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi.”
kata Abu Nawas menjelaskan.



“Engkau berani mengatakan aku gila sepertimu?” tanya Baginda sambil
melotot. “Ya, Baginda. Kurang lebih seperti itu.” jawab Abu Nawas tangkas.



“Apa maksudmu?” tanya Baginda lagi. “Baginda tahu bahwa. membangun istana
di awang-awang adalah pekerjaan yang mustahil dilaksanakan. Tetapi Baginda
tetap menyuruh hamba mengerjakannya, sedangkan hamba tahu bahwa pekerjaan
itu mustahil dikerjakan. Tetapi hamba tetap menyanggupi titah Baginda yang
tidak masuk akal itu.” kata Abu Nawas berusaha meyakinkan Baginda.



Tanpa menoleh Baginda Raja kembali ke istana diiring para pengawalnya. Abu
Nawas berdiri sendirian sambil memandang ke atas melihat istana terapung di
awang-awang.



“Sebenarnya siapa diantara kita yang gila?” tanya Baginda mulai jengkel.
“Hamba kira kita berdua sama-sama tidak waras Tuanku.” jawab Abu Nawas
tanpa ragu. []



Sumber: Tidak Diketahui

Tidak ada komentar:

Posting Komentar