** **

Sepasang kekasih duduk berhadapan. Keduanya begitu 'mesra', saling menatap
pada layar gadget yang mereka genggam erat. Tak seerat genggaman tangannya.
"Maaf, karena gadget-ku penuh rahasia...". ****

** **

Keduanya tekun mengetik pesan, lalu sesekali tersenyum ketika layar ponsel
berkedip, mendapati jawaban balasan dari temannya di seberang sana. Entah
teman atau selingkuhan.****

** **

Saling bincang diantara mereka kini terbatasi jumlah pulsa dan waktu
menelpon. Padahal, keduanya bisa bertemu dan bebas membicarakan apapun,
yang mereka suka, mereka benci atau tidak perlu membicarakan apapun. Cukup
saling pandang dan larut dalam kangen. Tak perlu diganggu dering ponsel dan
kesibukan menerima-membalas pesan.****

** **

Ya, harus kita akui social media semacam Facebook dan Twitter mendekatkan
jarak pada teman, sahabat, pasangan dan kekasih yang nun jauh di seberang
pulau atau di belahan dunia lain. Namun, tak dipungkiri pun bisa menjauhkan
yang dekat dengan kita saat ini. Cinta lantas hanya sebatas berdekat jarak,
namun hati terasa begitu jauh. Melayang entah kemana.****

** **

Mudah****

** **

Kehadiran teknologi dalam dunia percintaan tak dipungkiri semakin maju.
Jatuh cinta pada seseorang bisa begitu mudah sebatas melihat fotonya di
profile picture. Mengatakan "aku cinta kamu", tak lagi sesulit dulu, harus
bertatap muka, dengan tubuh panas dingin dan detak jantung yang sulit
ditenangkan. Kini, tuliskan saja pesan cinta itu di status Facebook,
mengirimkannya via pesan singkat, atau 'berkicau' di Twitter. Dunia lantas
tahu Anda tengah jatuh cinta.****

** **

Status hubungan di Facebook bahkan bisa dengan mudahnya memercikkan api
konflik dengan pasangan. "Kok, status kita menikah tidak terpasang di
facebook-mu sih? Rasanya aneh...Terus aku nikah sama siapa?" Hei, menikah
dengan pasangan pun apa perlu dunia tahu, di Facebook sekalipun. Bukankah,
yang penting hati yang saling tertaut?****

** **

Penguntit****

** **

Cinta tak lagi dilandasi kepercayaan, ketika teknologi turut campur di
dalamnya. Semuanya serba terbuka, mudah diakses, bahkan untuk sekedar
mengetahui apa yang sedang dikerjakan kekasih, dimanapun ia berada, hingga
dengan siapa ia pergi. Mencari si dia tak perlu susah, intip saja status
jejaring sosialnya. Apalagi jika ponsel Anda dilengkapi fitur GPS. Tak lagi
sesulit penguntit atau stalker di jaman Alfred Hitchcock, bukan?****

** **

Namun, potensi konflik tak lagi bisa dihindari manakala pasangan cemburu
buta. Seorang kekasih marah besar, gegara mendapati status pacarnya 'check
in' foursquare di sebuah mal. Kenyataannya, bukan dalam rangka bertemu
selingkuhan, tapi memang ada janji dengan klien di sebuah food court di mal
tersebut.****

** **

Lalu, kalau sudah begini, apakah ucapan kekasih tak lagi penting dibanding
bukti nyata teknologi? Sontak, ruang privasi tak lagi ada. Pasangan yang
tak saling percaya, saling meminta bukti password, hanya agar bisa secara
berkala memantau aktivitas pertemanan pasangannya dan saling memeriksa
inbox. "Siapa tahu ada yang disembunyikannya dari saya..."****

** **

Hmm, melelahkan sekali ya menjadi kekasih di jaman yang semua serba mudah.
Sayang, semakin mudah pula lupa pada apa yang dinamakan kepercayaan. Sebuah
hubungan akan tumbuh dan berkembang manakala kita bersedia mengisinya
dengan kualitas. Belum terlambat, bagi Anda dan pasangan yang mulai sadar
terjebak pada teknologi, dan meruapkan romantisme ke dalam hubungan yang
dijalani bersama.****

** **

Ya, realitanya, teknologi terkadang "kejam" pada kita yang tak menyadarinya
telah menggunakannya dengan cara yang tidak bijak. Waspadalah!****

** **

Sumber: SMCN