Sabtu, 08 November 2014

Atlet dan Ayahnya

Olimpiade Barcelona, 1992. Enam puluh lima ribu pasang mata hadir di stadion itu. Semua hendak menyaksikan event atletik besar di ajang olahraga terbesar di bumi ini.

Nama lelaki itu Derek Redmond, seorang atlet pelari olimpiade asal Inggris. Impian terbesarnya ialah mendapatkan sebuah medali olimpiade, apapun medalinya. Derek sebenarnya sudah ikut di ajang olimpiade sebelumnya, tahun 1988 di Korea. Namun sayang beberapa saat sebelum bertanding, ia cedera sehingga tak bisa ikut berlomba. Mau tak mau, olimpiade ini adalah kesempatan terbaiknya untuk mewujudkan mimpinya. Ini adalah hari pembuktiannya, untuk mendapatkan medali di nomor lari 400 meter. Karena ia dan ayahnya sudah berlatih sangat keras untuk ini.

Suara pistol menanda dimulainya perlombaan. Latihan keras yang dijalani Derek Redmond, membuatnya segera unggul melampaui lawan-lawannya. Dengan cepat ia sudah memimpin hingga ke meter ke 225. Berarti kurang 175 meter lagi. Ya, kurang sebentar lagi ia akan mendapatkan medali yang diimpikannya selama ini. Namun tak ada yang menyangka ketika justru di performa puncaknya, ketika ia sedang memimpin perlombaan tersebut, tiba-tiba ia didera cedera secara tiba-tiba di meter 225 tersebut, timbul rasa sakit luar biasa di kaki kanannya. Saking sakitnya, seolah kaki tersebut telah ditembak sebuah peluru. Dan seperti orang yang ditembak kakinya, Derek Redmond pun menjadi pincang. Yang ia lakukan hanya melompat-lompat kecil bertumpu pada kaki kirinya, melambat, lalu rebah di tanah. Sakit di kakinya telah menjatuhkannya.

Derek sadar, impiannya memperoleh medali di Olimpiade ini pupus sudah. Melihat anaknya dalam masalah, Ayahnya yang berada di atas tribun, tanpa berpikir panjang ia segera berlari ke bawah tribun. Tak peduli itu menabrak dan menginjak sekian banyak orang. Baginya yang terpenting adalah ia harus segera menolong anaknya.

Di tanah, Derek Redmond menyadari bahwa impiannya memenangkan olimpiade pupus sudah. Ini sudah kedua kalinya ia berlomba lari di Olimpiade, dan semuanya gagal karena cedera kakinya. Namun jiwanya bukan jiwa yang mudah menyerah. Ketika tim medis mendatanginya dengan membawa tandu, ia berkata, "Aku tak akan naik tandu itu, bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan perlombaan ini" katanya.

Maka Derek pun dengan perlahan mengangkat kakinya sendiri. Dengan sangat perlahan pula, sambil menahan rasa sakit di kakinya, ia berjalan tertatih dengan sangat lambat. Tim medis mengira bahwa ingin berjalan sendiri ke tepi lapangan, namun mereka salah. Derek ingin menuju garis finish.

Di saat yang sama pula Jim, Ayah Derek sudah sampai di tribun bawah. Ia segera melompati pagar lalu berlari melewati para penjaga menuju Anaknya yang berjalan menyelesaikan perlombaan dengan tertatih kesakitan. Kepada para penjaga ia hanya berkata, "Itu anakku, dan aku akan menolongnya !"

Akhirnya, kurang 120 meter dari garis finish, sang Ayah pun sampai juga di Derek yang menolak menyerah. Derek masih berjalan pincang tertatih dengan sangat yakin . Sang Ayah pun merangkul dan memapah Derek. Ia kalungkan lengan anaknya tersebut ke bahunya.

"Aku disini nak" katanya lembut sambil memeluk anaknya, "dan kita akan menyelesaikan perlombaan ini bersama-sama"

Ayah dan anak tersebut, dengan saling berangkulan, akhirnya sampai di garis finish. Beberapa langkah dari garis finish, sang Ayah, Jim, melepaskan rangkulannya dari anaknya agar Derek dapat melewati garis finish tersebut seorang diri. Lalu kemudian, barulah ia merangkul anaknya lagi.

Enam puluh lima ribu pasang mata menyaksikan mereka, bersorak bertepuk tangan, dan sebagian menangis. Scene Ayah dan anak itu kini seolah lebih penting daripada siapa pemenang lomba lari.

Derek Redmond tak mendapat medali, bahkan ia didiskualifikasi dari perlombaan. Namun lihatlah komentar Ayahnya.

"Aku adalah Ayah yang paling bangga sedunia ! Aku lebih bangga kepadanya sekarang daripada jika ia mendapatkan medali emas sekalipun"

Dua tahun pasca perlombaan lari tersebut, dokter bedah mengatakan kepada Derek bahwa Derek tak akan lagi dapat mewakili negaranya dalam perlombaan olahraga.

Namun tahukah kalian apa yang terjadi ?

Lagi-lagi, dengan dorongan dari Ayahnya, Derek pun akhirnya mengalihkan perhatiannya. Dia pun menekuni dunia basket, dan akhirnya menjadi bagian dari timnas basket Inggris Raya. Dikiriminya foto dirinya bersama tim basket ke dokter yang dulu memvonisnya takkan mewakili negara dalam perlombaan olahraga.
-----------------------------------------------------------------------------------

Jika kasih ibu, adalah melindungi kita dari kelamnya dunia, maka kasih seorang Ayah adalah mendorong kita untuk menguasai dunia itu. Seorang Ayah akan senantiasa mendukung, memotivasi, men-support, dan membersamai kita dalam kondisi apapun. Ayah pulalah yang akan meneriakkan kita untuk bangkit, lalu memapah kita hingga ke garis finish. Karena mereka tak ingin kita menyerah pada keadaan, sebagaimana yang ia contohkan.

#Berdasarkan kisah nyata yang diambil dari Novel Inspiratif Sepatu Terakhir.

sumber : kisahinspirasi.com
Photo: Atlet dan Ayahnya

Olimpiade Barcelona, 1992. Enam puluh lima ribu pasang mata hadir di stadion itu. Semua hendak menyaksikan event atletik besar di ajang olahraga terbesar di bumi ini.

Nama lelaki itu Derek Redmond, seorang atlet pelari olimpiade asal Inggris. Impian terbesarnya ialah mendapatkan sebuah medali olimpiade, apapun medalinya. Derek sebenarnya sudah ikut di ajang olimpiade sebelumnya, tahun 1988 di Korea. Namun sayang beberapa saat sebelum bertanding, ia cedera sehingga tak bisa ikut berlomba. Mau tak mau, olimpiade ini adalah kesempatan terbaiknya untuk mewujudkan mimpinya. Ini adalah hari pembuktiannya, untuk mendapatkan medali di nomor lari 400 meter. Karena ia dan ayahnya sudah berlatih sangat keras untuk ini.

Suara pistol menanda dimulainya perlombaan. Latihan keras yang dijalani Derek Redmond, membuatnya segera unggul melampaui lawan-lawannya. Dengan cepat ia sudah memimpin hingga ke meter ke 225. Berarti kurang 175 meter lagi. Ya, kurang sebentar lagi ia akan mendapatkan medali yang diimpikannya selama ini. Namun tak ada yang menyangka ketika justru di performa puncaknya, ketika ia sedang memimpin perlombaan tersebut, tiba-tiba ia didera cedera secara tiba-tiba di meter 225 tersebut, timbul rasa sakit luar biasa di kaki kanannya. Saking sakitnya, seolah kaki tersebut telah ditembak sebuah peluru. Dan seperti orang yang ditembak kakinya, Derek Redmond pun menjadi pincang. Yang ia lakukan hanya melompat-lompat kecil bertumpu pada kaki kirinya, melambat, lalu rebah di tanah. Sakit di kakinya telah menjatuhkannya.

Derek sadar, impiannya memperoleh medali di Olimpiade ini pupus sudah. Melihat anaknya dalam masalah, Ayahnya yang berada di atas tribun, tanpa berpikir panjang ia segera berlari ke bawah tribun. Tak peduli itu menabrak dan menginjak sekian banyak orang. Baginya yang terpenting adalah ia harus segera menolong anaknya.

Di tanah, Derek Redmond menyadari bahwa impiannya memenangkan olimpiade pupus sudah. Ini sudah kedua kalinya ia berlomba lari di Olimpiade, dan semuanya gagal karena cedera kakinya. Namun jiwanya bukan jiwa yang mudah menyerah. Ketika tim medis mendatanginya dengan membawa tandu, ia berkata, "Aku tak akan naik tandu itu, bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan perlombaan ini" katanya.

Maka Derek pun dengan perlahan mengangkat kakinya sendiri. Dengan sangat perlahan pula, sambil menahan rasa sakit di kakinya, ia berjalan tertatih dengan sangat lambat. Tim medis mengira bahwa ingin berjalan sendiri ke tepi lapangan, namun mereka salah. Derek ingin menuju garis finish.

Di saat yang sama pula Jim, Ayah Derek sudah sampai di tribun bawah. Ia segera melompati pagar lalu berlari melewati para penjaga menuju Anaknya yang berjalan menyelesaikan perlombaan dengan tertatih kesakitan. Kepada para penjaga ia hanya berkata, "Itu anakku, dan aku akan menolongnya !"

Akhirnya, kurang 120 meter dari garis finish, sang Ayah pun sampai juga di Derek yang menolak menyerah. Derek masih berjalan pincang tertatih dengan sangat yakin . Sang Ayah pun merangkul dan memapah Derek. Ia kalungkan lengan anaknya tersebut ke bahunya.

"Aku disini nak" katanya lembut sambil memeluk anaknya, "dan kita akan menyelesaikan perlombaan ini bersama-sama"

Ayah dan anak tersebut, dengan saling berangkulan, akhirnya sampai di garis finish. Beberapa langkah dari garis finish, sang Ayah, Jim, melepaskan rangkulannya dari anaknya agar Derek dapat melewati garis finish  tersebut seorang diri. Lalu kemudian, barulah ia merangkul anaknya lagi.

Enam puluh lima ribu pasang mata menyaksikan mereka, bersorak bertepuk tangan, dan sebagian menangis. Scene Ayah dan anak itu kini seolah lebih penting daripada siapa pemenang lomba lari.

Derek Redmond tak mendapat medali, bahkan ia didiskualifikasi dari perlombaan. Namun lihatlah komentar Ayahnya.

"Aku adalah Ayah yang paling bangga sedunia ! Aku lebih bangga kepadanya sekarang daripada jika ia mendapatkan medali emas sekalipun"

Dua tahun pasca perlombaan lari tersebut, dokter bedah mengatakan kepada Derek bahwa Derek tak akan lagi dapat mewakili negaranya dalam perlombaan olahraga.

Namun tahukah kalian apa yang terjadi ?

Lagi-lagi, dengan dorongan dari Ayahnya, Derek pun akhirnya mengalihkan perhatiannya. Dia pun menekuni dunia basket, dan akhirnya menjadi bagian dari timnas basket Inggris Raya. Dikiriminya foto dirinya bersama tim basket ke dokter yang dulu memvonisnya takkan mewakili negara dalam perlombaan olahraga.
-----------------------------------------------------------------------------------

Jika kasih ibu, adalah melindungi kita dari kelamnya dunia, maka kasih seorang Ayah adalah mendorong kita untuk menguasai dunia itu. Seorang Ayah akan senantiasa mendukung, memotivasi, men-support, dan membersamai kita dalam kondisi apapun. Ayah pulalah yang akan meneriakkan kita untuk bangkit, lalu memapah kita hingga ke garis finish. Karena mereka tak ingin kita menyerah pada keadaan, sebagaimana yang ia contohkan.

#Berdasarkan kisah nyata yang diambil dari Novel Inspiratif Sepatu Terakhir.

sumber : kisahinspirasi.com

Sabtu, 01 November 2014

Mengelola Emosi



Alkisah, ada pengusaha muda yang merupakan pelanggan sebuah kedai kopi di tengah kota. Semua karyawan di sana sampai bos pemilik kedai mengenal baik dan memberi pelayanan yang terbaik untuk pelanggan setia ini.

Hingga suatu sore, seperti biasa, pengusaha muda itu telah menempati meja sudutnya, terlihat menikmati sore itu dengan membaca pesan di ponselnya, sambil menunggu pesanannya. Tidak lama kemudian tampak pelayan mendatangi mejanya sambil membawa secangkir kopi panas. Tetapi karena kurang hati-hati dan tidak konsentrasi, saat mengangkat cangkir, kopi panas itu mendadak tumpah membasahi ponsel, baju, dan celana mahalnya.

“Heii!!! Aduuh panas... mata kamu ke mana!?” Serunya terkejuit, sambil berdiri. Tangannya sibuk membersihkan tumpahan kopi. Sesaat dia menatap marah kepada si pelayan yang ketakutan.

“Kamu orang baru ya! Keterlaluan! Ini handphone, baju, dan celana mahal tahu enggak? Pakai apa kamu gantiinnya, hah?!!” Teriakan marahnya membuat si pelayan gemetar terdiam dan seisi kedai menoleh.

Pemilik kedai pun segera berlari menghampiri, “Maaf Tuan, maaf. Ini kesalahan kami." Ia dengan sigap membersihkan pecahan cangkir dan tumpahan kopi, dan meminta pelayan lain untuk segera mengantarkan secangkir kopi gratis sebagai permintaan maaf.

“Ini pelayan baru. Tolong dimaafkan," kata owner, kepada pengusaha muda itu. "Dia baru dua hari kerja. Suaminya baru saja meninggal karena kebakaran di tempat tinggal mereka. Dia dan ketiga anaknya berhasil selamat dan saat ini mereka harus tinggal di tempat penampungan sementara. Saya menerima kerja juga karena kasihan. Mungkin dia masih belum pulih sehingga kehilangan konsentrasi dan melakukan kesalahan ini. Maaf sekali lagi, Tuan. Jika harus mengganti, saya yang bertanggung jawab." Mendengar keterangan itu, walaupun masih jengkel melihat celana dan baju putihnya yang terkotori oleh kopi, tetapi api kemarahan yang meluap tadi mendadak surut, malah berbalik empati dan mau mengerti.


Emosi negatif seperti marah, iri, benci dan sebagainya, sering menghampiri kita dengan memakai berbagai alasan untuk membenarkannya. Padahal kita tahu, emosi negatif mampu merusak akal sehat dan berpotensi melukai diri sendiri dan orang lain.

Mari ubah sudut pandang, cari alasan berbeda untuk mengelola emosi negatif menjadi positif, sehingga kehidupan kita tidak tergerogoti penyakit miskin mental, yang pasti merugikan diri sendiri.

http://www.andriewongso.com/articles/details/14037/Mengelola-Emosi

Jumat, 31 Oktober 2014

6 Cara Cegah Stroke

Stroke menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia dan Indonesia. Stroke adalah sebuah situasi dimana aliran darah menuju ke otak terhenti secara tiba–tiba.

Brett Kissela, dari University of Cincinnati College of Medicine, Ohaio, Amerika Serikat meneliti bahwa pengidap stroke meningkat di usia 20–54 tahun Karena pola hidup yang buruk. Bagaimana cara pencegahannya ?


1. Olahraga teratur

Olahraga terbukti membuat jantung lebih kuat sehingga mampu mengalirkan darah lebih optimal. Selain itu, olahraga bisa menurunkan tingkat kegemukan yang beresiko menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, dan lainnya. Aktivitas fisik yang ringan secara rutin akan mampu menurunkan resiko terjadinya stroke dan penyakit jantung.


2. Konsumsi makanan sehat

Mulailah jauhi makanan mengandung lemak dan kolestrol berlebih. Konsumsi buah dan sayuran lebih banyak setiap harinya untuk mendapatkan asupan betakaroten yang cukup.


3. Kontrol tekanan darah

Periksalah tekanan darah Anda secara berkala. Jika terdeteksi mengalami peningkatan, segeralah periksakan ke dokter untuk mendapatkan penanganan.


4. Berhenti merokok

Rokok terbukti telah menjadi faktor meningkatnya resiko stroke. Selain itu, dengan menghentikan kebiasaan merokok juga dapat menurunkan resiko terjadinya kanker paru – paru.


5. Jauhi alkohol

Bagi sebagian orang, alkohol dapat membantu menghangatkan suhu tubuh, tapi tidak jika Anda mengonsumsinya berlebihan. Selain beresiko stroke lebih tinggi, orang yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan mengalami kerusakan pada hati dalam jangka panjang.


6. Konsumsi potassium

Penelitian mengungkapkan, bahwa mengonsumsi makanan mengandung potasium setiap hari, akan mengurangi resiko stroke hingga 40%. Kentang, alpukat, dan kedelai adalah jenis makanan yang kaya akan kandungan  potasium.

Jadi, mulailah mencegah resiko Anda sejak dini !

http://www.andriewongso.com/articles/details/13984/6-Cara-Cegah-Stroke

Hapus Takut dan Ragu Saat Alih Profesi



Alih profesi banyak hambatannya, mulai dari keraguan hingga ketakutan. Bahkan ketika profesi baru itu dianggap impian dan merupakan yang paling pas dengan kemampuan, rasa takut tetap menghantui. Bagaimana mengatasinya?

Banyak nasihat diberikan untuk memotivasinya, seperti sejumlah kata bijak ini. “Halangan terbesar untuk sukses adalah takut gagal”. “Satu-satunya kegagalan adalah takut mencoba”.  “Sebenarnya tak ada rahasia sukses, yang ada sukses merupakan hasil dari persiapan, kerja keras, dan belajar dari kegagalan.” “Kegagalan adalah jalan memutar, bukan jalan buntu.”  “Sukses bukanlah final, gagal tidaklah fatal.” Nah, kalimat mana yang paling ampuh menggugah Anda untuk kembali mencoba dan menghindari rasa takut gagal?

Masih belum merasa terpacu dengan kalimat-kalimat penyemangat tadi? Barangkali, kisah-kisah berikut bisa memberikan inspirasi yang berharga agar tetap yakin pada pilihan yang sudah kita ambil.

Ikuti Kata Hati

Tasia Malakasis bekerja sebagai sales dan marketing di sebuah perusahaan teknologi di New York. Suatu ketika ia melihat keju yang terbuat dari susu kambing merk Belle Chèvre di sebuah gerai. Ia mencicipinya dan langsung tertarik. Ternyata pabriknya tak jauh dari rumahnya di Alabama. Setelah mengunjungi pabrik itu, ia berpikir untuk mengubah masa depannya.

Dulu ia pernah sekolah kuliner namun suatu ketika berhenti karena merasa tak akan pernah bisa jadi chef. “Tetapi saya tahu passion saya di bidang makanan, hanya saja tidak tahu bagaimana merealisasikannya,” tuturnya. Kali ini ia seperti menemukan momentum setelah menemukan keju Belle Chevre itu. Ia kemudian memutuskan berhenti dari profesinya yang sudah ia jalani selama 15 tahun dan pulang ke Alabama.

Baginya, keputusan itu ibarat meloncat dari tebing ke jurang yang tak tahu seberapa dalamnya. “Tapi, saat itu saya tak punya rasa takut,” katanya. Padahal ia tak punya pengalaman di bidang bisnis makanan. Modalnya hanya mengikuti kata hati. Ia mengontak pendiri Belle Chevre dan meminta mengajarinya membuat keju. Mereka setuju. Kemudian mulailah ia belajar membuat keju di pabrik rumahan itu. Pelan-pelan ia pun menanam sahamnya di perusahaan itu dari hasil tabungannya.

Setelah sekian lama menekuni usaha itu, terbit ketidakyakinan, apakah pilihannya benar. Untuk mengatasi keraguan itu, ia mencoba fokus dan menebalkan keyakinannya bahwa pilihan mengikuti kata hati tersebut telah benar. Ia kemudian membaca banyak jurnal tentang bisnis makanan. Menganalisa kenapa ketakutannya itu timbul. Ia mengibaratkan pencariannya itu seperti sedang bermain puzzle. Keraguan itu ibarat kepingan-kepingan puzzle yang masih belum bertemu dengan tempatnya. Ternyata, katanya, meskipun pada awalnya ia merasa loncat ke jurang tanpa jaring, pada kenyataannya selalu ada jaring di sana. Pengalamannya di industri teknologi juga bisa berguna, seperti memanfaatkan jaringan, kenalan, dan sebagainya. Bahkan dari sanalah ia mendapat bantuan.

Kini Malakasis merupakan pebisnis keju kambing ternama di Amerika Serikat. Sejak ia mengakuisisi Belle Chèvre tahun 2007 sudah 50 penghargaan ia terima. Bisnisnya pun sukses. Kuncinya, ikuti kata hati dan yakin bahwa pilihan ini benar.

Fokus

Kerap kali peluang datang tak sengaja. Michelle Marciniak adalah seorang pebasket putri yang berprestasi di Universitas South Carolina, AS. Setelah berhenti sebagai pebasket ia memilih jadi asisten pelatih di universitasnya. Saat itu pelatihnya adalah Susan Walvius.

Namun suatu ketika Susan mundur sebagai pelatih. Michelle sebenarnya bisa bertahan sebagai asisten, akan tetapi pelatih baru ternyata membawa asisten sendiri. Akibatnya Michelle terdepak. Ia pun menganggur.

Michelle sangat mencintai basket. Namun suatu hal yang mengubah hidup terjadi ketika ia mengunjungi Susan Walvius. Saat itu ia membawa sepasang celana pendek basket yang terbuat dari bahan kain halus seperti sutra. Ia menghadiahkannya pada Susan. “Saya sangat menyukai celana pendek ini. Saya cuci dan pakai lagi, cuci lagi pakai lagi, sangat nyaman dipakainya,” katanya. Lalu Susan menyahut, “Saya bahkan bisa buat sprei dari bahan kain ini,” katanya.

Dari sanalah timbul ide bisnis. Mereka kemudian mengontak universitasnya untuk belajar membuat perencanaan bisnis. Beberapa bulan kemudian mereka membuat aneka produk dari fabric seperti sprei, sarung bantal, kaus singlet, dan sebagainya di bawah payung bisnis SHEEX dan menjualnya melalui internet pada tahun 2008.

“Saya sudah putuskan untuk menekuni bisnis ini apa pun kejadiannya. Sekali saya putuskan saya tak boleh menengok ke belakang lagi. Saya harus fokus dengan pilihan saya ini,” katanya. Untuk memperkuat keyakinannya, ia meminta nasihat dari para business adviser, dan merekrut orang-orang terbaik. Ia juga belajar dari buku-buku. Hal itulah yang membuatnya bisa menghapus keraguannya dan terus termotivasi menjalankan bidang barunya. Kini, dengan usahanya yang terus berkembang, ia menyebut bahwa fokus dan pantang menengok ke belakang jadi salah satu cara terbaiknya untuk mengatasi keraguan.

Buang Pilihan Gagal

Daryn Kagan adalah host terkenal di CNN. Ia memulai kariernya di televisi sejak tahun 1994 dengan sistem kontrak. Selama membina karier di sana, ia sukses membawakan berbagai program favorit. Karena dominannya peran Daryn, sampai-sampai ada media yang menyebutkan Daryn adalah CNN.

Namun karier tidak bisa dipegang selamanya. “Apapun karier kita suatu saat pasti ada akhirnya,” kata Daryn. Dan ternyata ujung karier Daryn di CNN begitu cepat. Tahun 2006 CNN menolak memperpanjang kontrak perempuan kelahiran tahun 1963 ini. Ia pun terpukul.

Untuk sementara ia bingung harus melakukan apa. Plan B-nya tidak dirancang dengan matang. Untuk menemukan apa yang harus dilakukan setelah tak lagi jadi host CNN ia kumpulkan segala hal yang bisa memberinya inspirasi. Ia beli buku catatan kecil (notes) dan sebar di mana-mana, di tempat tidur, di depan televisi, di mobil, dan tempat lain yang memungkinkan untuk memudahkannya mencatat tanpa perlu repot membawa-bawa. Ketika ia menangkap suatu ide, segera ia catat. Karena itu semua inspirasi yang ia lihat, ia dengar, ia pikirkan, dan sebagainya segera ia catat. “Tak perlu memilah-milah dulu, catat saja,” katanya.

Apa yang ia dapat dari semua itu? Inspirasi ternyata datang dari internet. Ketika itu Yahoo menurunkan program berita dari zona perang dengan judul  “In the Hot Zone”. Timbul idenya yang bertolak belakang dengan itu. Jika Yahoo menurunkan cerita mengerikan di medan perang ia punya ide menurunkan cerita positif yang inspiratif dari berbagai kalangan.

Dari situlah ia mendirikan DarynKagan.com, website yang memuat cerita-cerita inspiratif. “Saya tak punya pilihan lagi. Bahkan pilihan gagal pun tak ada,” tuturnya. Dari sanalah ia bekerja keras, mengumpulkan cerita dari mana-mana, melakukan reportase sendiri, menulis artikel sendiri, dan sebagainya. Pelan-pelan bisnisnya berkembang. Dari hanya sekadar website, ia kemudian bisa membuat buku inspirasi, film dokumenter untuk televisi, dan menjadi pemasok program untuk Radio Oprah. Ternyata dengan memutus alternatif lain dan bersikeras untuk tidak mau gagal dalam bisnis yang baru ia masuki, bisa membawanya ke tingkat sukses seperti sekarang. “Ternyata berhenti dari CNN merupakan hadiah bagi saya,” katanya.

Nah, dari tiga kisah inspirasi di atas bisa mendapatkan tiga pelajaran berharga: ikuti kata hati, fokus pada apa yang jadi pilihan, dan jangan beri pilihan gagal alias terus bekerja keras agar apa yang dilakukan berhasil diraih.

 http://www.andriewongso.com/articles/details/14022/Hapus-Takut-dan-Ragu-Saat-Alih-Profesi-