Kamis, 31 Oktober 2013

Pahlawan Bagi Tuna Wisma Kelaparan


Jorge Munoz tiba di Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 1980-an sebagai pekerja ilegal. Pria kelahiran Kolombia 23 Maret 1964 ini memutuskan pergi ke AS setelah ayahnya meninggal karena suatu kecelakaan. Untuk mengubah nasib ia pergi ke AS bersama ibu dan adiknya. Tiba di AS ia bekerja sebagai pekerja ilegal. Baru pada tahun 1987 ia mendapatkan kewarganegaraan AS bersama ibu dan adiknya. Saat itu ia sudah memiliki pekerjaan tetap dan lumayan bisa hidup layak, yaitu sebagai sopir truk.

Suatu kali ia meninggalkan bar dan melihat para pekerja ilegal lain yang tidur di bawah jembatan. Di lain kali ia menemukan banyak dari mereka masuk ruang gawat darurat. Ketika itulah hatinya terketuk. Banyak imigran gelap seperti dirinya dulu yang menderita dan membutuhkan bantuan.

Keinginannya membantu mereka timbul ketika ia mendengar bahwa banyak sisa makanan yang dibuang dari tempatnya bekerja. Kemudian ia berinisiatif mengumpulkannya dan membagikannya ke tuna wisma. Kegiatan itu ia lakukan tiga malam dalam seminggu. Setelah itu ibunya mulai memasak lebih di rumah dan Munoz membagikannya ke tuna wisma.

Sebagian gajinya juga ia sisihkan untuk memasak makanan lebih banyak. Masakan itu ia bagikan pada kaum tuna wisma di sekitar Roosevelt Avenue dan 73rd Street, New York. Ia membagikannya sekitar jam 21.30 malam. Kegiatan itu ternyata tak pernah berhenti. Walhasil setiap hari ia membagikan makanan pada kaum tuna wisma. Jumlah yang dibagikan pun terus bertambah. Awalnya sekitar 35 bungkus makanan semalam. Kemudian menjadi 60 bungkus. Belakangan malah sampai 140 bungkus semalam dan dilakukan tiap malam. Menurut perkiraannya ia sudah memberikan sekitar 70.000 porsi makanan pada mereka. Ia tak memilih-milih tuna wisma dari negara atau suku apa. Yang penting, siapa yang tampak kelaparan ia kasih.

“Saya hanya membantu mereka yang butuh makan. Mereka cukup berbaris,” kata Munoz. Ia memang sangat terenyuh saat melihat mereka yang kelaparan. “Ketika saya melihat mereka berbaris di jalanan, saya seperti melihat diri sendiri sekitar 20 tahun lalu,” katanya. Berkat kiprahnya itu pada tahun 2010 Presiden Barack Obama menganugerahinya Presidential Citizens Medal. Selain penghargaan dari Presiden Obama, Nunoz juga mendapat pengharaan sebagai CNN Heroes tahun 2012.

Cikal Bakal Rupiah

Mata uang Republik Indonesia adalah Rupiah. Namun pada awalnya mata uang Indonesia adalah Oeang Republik Indonesia (ORI) yang mulai resmi beredar tepat pada 30 Oktober 1946.

Uang ORI pertama dalam bentuk nominal satu sen dan memiliki gambar muka keris terhunus dan gambar belakang teks undang-undang. ORI ditandatangani oleh Menteri Keuangan saat itu, AA Maramis. Karena ORI sudah resmi digunakan maka mata uang Jepang dan  uang Javansche Bank yang sebelumnya digunakan dinyatakan tidak berlaku.

Meski ORI sudah resmi namun saat itu jumlahnya masih terbatas, juga tak bisa mencakup seluruh wilayah Indonesia. Di Sumatera pada masa itu masih beredar uang Jepang. Untuk mengatasi ini Gubernur Sumatera mengeluarkan mata uang sendiri, Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera (URIPS).

Sedangkan mata uang rupiah baru diresmikan pada 2 November 1949 sebagai pengganti mata uang sebelumnya. Sejak saat itu nama resmi mata uang Indonesia adalah rupiah. Ketika itu kurs rupiah adalah Rp3,80/US$1,00. Bandingkan dengan kurs rupiah hari ini (30 Oktober 2013) yang sebesar Rp11.100,00/US$1,00.

Jumat, 25 Oktober 2013

Kisah Si Tukang Gorengan


Alkisah ada seorang penjual gorengan yang selalu menyisakan buntut singkong goreng yang tak terjual. Dia selalu memberikan sisa gorengan tersebut pada seorang bocah yang sering main di tempatnya mangkal. Tanpa terasa, sudah lebih dari 20 tahun dia menjalani usahnya itu. Namun tidak ada perubahan yang berarti; usahanya tetap begitu-begitu saja.

Suatu hari, datang seorang pria membawa mobil mewah, lalu berhenti di depan gerobak gorengannya. Pria itu bertanya, "Ada gorengan buntut singkong, Pak?"

Si tukang gorengan lantas menjawab, "Nggak ada, Mas."

"Saya kangen sama buntut singkongnya, Pak. Dulu waktu kecil, ketika ayah saya baru meninggal, tidak ada yang membiayai hidup saya. Teman-teman saya mengejek saya karena tidak bisa beli jajanan. Tapi waktu itu, Bapak selalu memberi buntut singkong goreng kepada saya, setiap kali saya main di dekat gerobak Bapak," ujar pria muda itu.

Tukang gorengan terperangah. "Yang saya berikan dulu kan cuma buntut singkong.. Kenapa kamu masih ingat saya?"

"Bapak tidak sekadar memberi buntut singkong, tapi juga sudah memberikan kebahagiaan dan harapan buat saya. Saya mungkin tidak bisa membalas budi baik Bapak. Tapi, saya ingin memberangkatkan Bapak ke Tanah Suci. Semoga Bapak bahagia," lanjut pria itu.

Si tukang singkong goreng hampir tidak percaya. Hanya sebuah kebaikan/sedekah kecil tapi mendatangkan berkah yang begitu besar!

Pesan dari kisah ini: selalu bersyukur dan berbuat baik. Sekecil apa pun, asal ikhlas dan tulus, pasti akan membuahkan kebahagiaan dan keberkahan.

www.andriewongso.com

Kamis, 10 Oktober 2013

5 Hal Dilakukan Super Sukses Sebelum Jam 8 Pagi

Orang-orang sukses biasa bangun lebih pagi. Margaret Thatcher bangun jam 5 pagi setiap hari, Frank Lloyd Wrigth (legenda arsitek AS) jam 4, Robert Iger (CEO Walt Disney) jam 4.30. Apa rahasia sukses di pagi hari mereka?

Untuk jadi orang super sukses, biasakan melakukan lima hal berikut:

1. Olahraga. Olahraga pagi itu penting. Lakukan baik di gym atau bentuk olahraga lain. Olahraga pagi selain penting untuk persiapan kerja sepanjang hari juga memperkecil kemungkinan tertimbunnya flek pada jantung.

2. Petakan rencana kerja hari ini. Ini dilakukan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Dengan membuat jadwal yang akan dikerjakan sepanjang hari ini semua pekerjaan akan bisa dilakukan dengan baik sesuai prioritas. Kebiasaan ini seperti sarapan. Jika sarapan pagi kita baik maka sepanjang hari akan baik. Jika persiapan kita baik maka pekerjaan kita pun akan baik.

3. Sarapan pagi yang sehat. Sudah banyak yang menganjurkan sebelum bekerja sebaiknya sarapan. Banyak yang melakukan sarapan pagi di kantor karena kesibukan atau terburu-buru karena bangun agak siang. Tetapi akan lebih baik jika itu dilakukan di rumah. Selain lebih sehat juga tetap menjaga kedekatan dengan keluarga.

4. Visualisasi. Bayangkan sukses apa yang akan diraih hari ini. Membuat visualisasi keberhasilan yang mau diraih hari ini akan membantu menjaga mood sepanjang hari. Meski hanya memvisualisasikannya barang semenit, itu akan berpengaruh.

5. Jadikan hari Anda padat. Setiap dari kita pasti punya daftar pekerjaan yang menakutkan. Kadang selalu ditunda untuk melakukannya sehingga akhirnya banyak waktu terbuang percuma dan membuat stres. Untuk mengatasinya coba masukkan pekerjaan terberat itu untuk dilakukan sepagi mungkin atau setidaknya menjelang makan siang. Hal ini penting karena di pagi hari kondisi tubuh lebih segar dan tenaga sedang penuh. Dengan demikian masalah berat itu akan lebih mudah diatasi.



______
Diolah dari Forbes.

Selasa, 08 Oktober 2013

Satu Kalimat, Dua Persepsi

Oleh: Sonny Wibisono

"The eye of a human being is a microscope, which makes the world seem bigger than it really is."
-- Kahlil Gibran

ADA seorang saudagar kaya raya. Satu hari, sang saudagar jatuh sakit. Umurnya memang sudah tak lagi muda. Hampir mendekati uzur. Ia sudah merasa waktunya di dunia ini sudah habis. Sebelum wafat, ia meninggalkan wasiat kepada kedua anaknya. Wasiat pertama, bila ada yang berutang, janganlah engkau tagih. Untuk wasiat kedua, bila keluar rumah, janganlah sampai engkau terkena sinar matahari.

Beberapa hari kemudian, sang saudagar wafat. Ia pun dikebumikan di pemakaman dekat rumah. Setelah sang saudagar wafat, kehidupan berjalan normal kembali seperti biasa. Semua pesan yang diamanahkan sang saudagar kepada anaknya, benar-benar dijalankan oleh kedua anaknya tersebut.

Setelah beberapa tahun kemudian, kedua anak tersebut sibuk dengan masing-masing urusannya. Mereka mencari nafkah dan tinggal di dua kota yang berbeda. Akhirnya, setelah lima tahun tak pernah berjumpa, mereka bertemu kembali di kediaman mereka dimana mereka pernah dibesarkan dahulu.

Ada perbedaan mendasar dari kedua anak tersebut. Anak pertama, ternyata hidupnya begitu miskin. Sedangkan anak kedua, terlihat sangat makmur. Kekayaan melimpah ruah.

Sang Ibu yang telah renta pun bertanya kepada kedua anaknya. Ketika ditanya mengapa bisa terjadi perbedaan yang begitu mencolok, keduanya menjawab karena melaksanakan amanah yang ayah wasiatkan kepada mereka.

Sang anak pertama menjelaskan, bahwa ia menjalankan wasiat yang diberikan ayahnya, 'Jangan menagih utang kepada orang yang berutang kepadaku, maka setiap orang yang berutang, tak pernah aku menagihnya, makanya aku bankrut.' Untuk wasiat kedua, anak pertama menjelaskan, 'Ayah berpesan supaya kalau aku pergi atau pulang ke tempat bekerja, aku tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya aku harus naik angkutan, padahal sebenarnya bisa saja berjalan kaki untuk menghemat. Tetapi dengan naik angkutan, pengeluaranku bertambah banyak.'

Anak kedua ditanyakan hal yang sama. Mengapa ia bisa begitu kaya raya dan hidupnya makmur. Katanya, 'Ayah berpesan, aku tak boleh menagih orang yang berutang padaku, makanya aku tak pernah lagi memberi utang kepada para pelanggan.' Sedangkan untuk wasiat kedua, anak kedua menjelaskan, 'Ayah berpesan, jangan terkena sinar matahari jika keluar rumah, maka aku berangkat lebih pagi sebelum matahari terbit, dan aku akan pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Jadi aku dapat membuka tokoku lebih cepat dari toko yang lain dan lebih lama menutup tokoku sampai matahari telah terbenam.'

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana sebuah kalimat ditanggapi dengan persepsi yang berbeda. Jika kita memaknainya dengan sudut pandang positif, maka segala hambatan dapat diatasi dengan baik. Tetapi bila kita bisa memandangnya dari sudut pandang yang negatif, maka hambatan yang dihadapi terasa begitu sukar untuk dilewati. []


www.sarikata.com

Jumat, 04 Oktober 2013

Kisah Nyata yg Mengharukan : Wanita itu Ibuku

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, tahun pastinya sudah lupa. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan elektronik. Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Seorang anak yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat kaum hawa yang mengenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.

Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman-teman kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan perempuan single. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini terlihat seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting.

Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat, seperti membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Bahkan wanita tersebut juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya.

Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.

Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be menjadi uring-uringan di rumah.

Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah.

Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.
Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi”. Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap tidak perduli.

Biar bagaimanapun ibu kita tetaplah ibu kita….sampai ajal menjemput tak ada kata mantan ibu maupun mantan anak…

Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. Semoga cerita ini bermanfaat…


Salam Diamond
Stefanus Sandy SE, MM
Diamond Director of Jeunesse Global.
Building a Better Future Together
Support by http://www.top888.biz/

Rabu, 02 Oktober 2013

Kebiasaan Segera Menyelesaikan Masalah


Saat menghadapi hal yang kurang menyenangkan, kadang kita perlu waktu untuk menerimanya. Sering pula kita menyesal berkepanjangan. Atau, tak jarang, malah kita repot untuk mencari-cari siapa yang bisa disalahkan.

Padahal, jika kita mau merenung sejenak, apa pun kondisi dan permasalahan yang timbul: kita sendiri yang menanggung dan merasakannya. Karena itu, kita pula yang harus segera menyelesaikannya! Terlepas dari apa pun asal mula masalah, akan jauh lebih bermanfaat jika kita segera mencari sumber masalah dan menuntaskannya.

Sebab, jika dibiarkan berlarut-larut, tantangan/masalah yang satu akan segera bertumpuk dengan tantangan/masalah lain. Maka: biasakan segera memecahkan persoalan, dan segera mencari langkah untuk menyelesaikannya.

Jangan lari dari masalah! Hadapi dengan jiwa yang tenang dan pikiran yang terang.  Saat kita berhasil menyelesaikan satu masalah, niscaya kita akan belajar satu lagi ilmu yang bermanfaat, sehingga esok hari kita akan mendapat banyak berkah.


www.andriewongso.com 


 

Anjing dan Sang Menteri

Alkisah, ada seorang raja yang memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum karyawan istana yang bersalah sampai menterinya. Jika sang Raja menilai orangnya bersalah dan tidak berkenan atas kesalahan tersebut, mereka akan dilempar ke kandang anjing agar dicabik dan dimangsa oleh anjing-anjing ganas tersebut.

Suatu hari, seorang menteri membuat sebuah keputusan yang dianggap salah sehingga membuat Raja murka.  “Menteri! Atas kesalahan yang telah kamu perbuat, rajamu memerintahkan hukuman segera dijalankan. Besok, giliranmu masuk ke kandang anjing,” perintah Raja.

Si Menteri dengan wajah pucat berkata, “Paduka, hamba telah mengabdi kepada Paduka dan pekerjaan ini selama 15 tahun. Atas pengabdian hamba selama ini, hamba mohon waktu penundaan hukuman selama 30 hari saja. Setelah 30 hari, hamba akan menghadap dan siap menjalani hukuman.”  Sang Raja, setelah berpikir sejenak, akhirnya mengabulkan permintaan menterinya itu.

Dari sana, si menteri bergegas menuju kandang anjing dan meminta izin kepada penjaga untuk membantu mengurus anjing-anjingnya selama 30 hari. Walaupun merasa heran, tetapi karena menteri senior yang meminta, dia pun mengizinkannya. Sejak saat itu, si menteri membantu memelihara anjing-anjing, memberi makan, memandikan, membersihkan kandang, dan memberi perhatian dengan sebaik-baiknya. Setelah 30 hari, anjing-anjing itu pun menjadi jinak kepada si menteri.

Tibalah waktu eksekusi. Disaksikan Raja, dimasukkanlah menteri itu ke kandang anjing. Akan tetapi, betapa terkejutnya raja, saat melihat anjing-anjing ganasnya itu justru jinak padanya. Apa yang terjadi? Si menteri pun menjawab merendah, “Paduka, hamba telah ‘mengabdi’ pada anjing-anjing ini selama 30 hari dan mereka tidak melupakan jasaku. Tapi paduka… hamba telah mengabdi kepada kerajaan ini selama 15 tahun, dan paduka tega menjatuhkan hukuman ini pada saya. Mohon ampuni kesalahan saya.” Mendengar perkataan menterinya, baginda raja tersentak kesadarannya. Dengan rasa haru, akhirnya si menteri pun dibebaskan dari hukuman.

Dalam perjalanan kehidupan ini, sesungguhnya tidak terhitung jasa kebaikan yang telah kita terima. Baik dari orang yang tidak kita kenal, maupun terlebih dari orang-orang terdekat kita. Selayaknya kita bisa menghargai dan membalas kebaikan itu. Jangan hanya karena kejadian sesaat yang tidak mengenakkan, kita begitu mudah menghapus persahabatan atau persaudaraan yang telah terukir bertahun-tahun lamanya.

Mari, jadikan setiap kebaikan membuahkan kebaikan, sehingga setiap insan di muka bumi ini hidup dengan rasa aman, damai, dan membahagiakan.




www.andriewongso.com