Jumat, 28 Februari 2014

Menghargai Orang Lain


Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut.

Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan. Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.

Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut,

Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata 'tolong', setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan 'maaf', saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya mengubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan 'terima kasih' kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak. Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin.

Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor.

Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut. Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.

Netter yang Luar Biasa,

Tiga kata 'terima kasih', 'maaf', dan 'tolong” adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.

Pemimpin bukan sekadar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.

Tentu kita semua perlu membiasakan mengucapkan tiga kata pendek tersebut dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain. minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.

Salam sukses Luar Biasa!


www.andriewongso.com


Sabtu, 08 Februari 2014

MULIAKAN IBUMU....

MULIAKAN IBUMU....

Dengan mengingat Ibu, hati kita jadi menangis,
Barangkali juga kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena terlalu fokus dengan secuil kekurangan orang tua dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini.

BUKANLAH tidak mungkin jika sangatlah banyak orang orang sukses di seluruh dunia ini lantaran mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya terlebih kepada ibu. Kenapa ? Karena ridha Allah ialah ridha orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa hijab di hadapan Allah mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang ia dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi sangat mudah untuk Allah kabulkan.

Mungkin sebagian orang masih tidak sadar bahwa kemungkinan kesuksesan-kesuksesannya selama ini adalah buah dari doa seorang ibu kepada Allah tanpa ia ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya.

Di luar sana mungkin ada orang-orang di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua.

Bersyukurlah jika masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada mereka yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup.

Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu, ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, tidak ada lagi tangan yang bias kita cium. Jika tidak punya ibu mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang. Jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna. Jika kita tidak punya ibu barangkali kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya.

Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negatif ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar sukses dunia dan akhirat.

Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat.

Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita? Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan? Oleh karena itu maka berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu. Karena masa depan kita ada di desah doa-doanya setiap malam. Dan ingat perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti.

Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. maka muliakanlah ibumu.

Semoga kita selalu mendapatkan ilmu, hidayah dan perlindungan Allah Subhana wata’ala dimanapun kita berada... Aamiin ya Rabbal’alaamiin....