Senin, 30 April 2012

Mangkuk Tak Beralas

 
Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati
udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis. Sang raja
menyapa pengemis ini:

“Apa yang engkau inginkan dari dariku?”

Si pengemis itu tersenyum dan berkata, “Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku
dapat memenuhi permintaan hamba.”

Sang raja terkejut, ia merasa tertantang, “Tentu saja aku dapat memenuhi
permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!

Maka menjawablah sang pengemis, “Berpikirlah dua kali, wahai tuanku,
sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.”

Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak
merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena
mendapat nasihat dari seorang pengemis.

“Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku
adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.”

Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan
mangkuk penadah sedekah: “Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa
yang tuanku inginkan.”

Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis dihadapannya.
Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk
mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian
bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam
mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu
tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.

Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan
bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan
seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam
telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar,
berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis
bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya, “Sebelum berlalu dari
tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah
ini?”

Pengemis itu menjawab sambil tersenyum, “Mangkuk itu terbuat dari keinginan
manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut
dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang
mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah
mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak
ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang
masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan
pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk
mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang
keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa
kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan, “Power tends to corrupt;
kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak.”

Raja itu bertanya lagi , “Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?”

“Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai
bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu.”, ucap sang pengemis itu,
sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak. []



Sumber: Tidak Diketahui

Tidak ada komentar:

Posting Komentar