Rabu, 25 April 2012

Kan Sekarangpun Sudah


Di sebuah kampung nelayan, pada suatu pagi, seorang profesor bisnis yang
sedang berlibur bertemu dengan seorang nelayan yang tengah membereskan
hasil tangkapannya. Sang profesor tidak tahan untuk tidak menyapanya, “Hai,
kenapa kamu selesai bekerja sepagi ini?” “Saya sudah menangkap cukup banyak
ikan Pak,” jawab nelayan itu, “cukup untuk dimakan sekeluarga dan masih ada
sisa untuk dijual.”



“Lalu, setelah ini kamu mau apa?” tanya profesor itu lagi. Jawab sang
nelayan, “Habis ini saya mau makan siang dengan istri dan anak-anak saya,
setelah itu tidur siang sebentar, lalu saya akan bermain dengan anak-anak.
Setelah makan malam, saya akan ke warung, bersenda gurau sambil bermain
gitar bersama teman-teman.”



“Dengarkan kawan,” ujar sang profesor, “jika kamu tetap melaut sampai sore,
kamu bisa mendapat dua kali lipat hasil tangkapan. Kamu bisa menjual ikan
lebih banyak, menyimpan uangnya, dan setelah sembilan bulan kamu akan mampu
membeli perahu baru yang lebih besar. Lalu, kamu akan bisa menangkap ikan
empat kali lebih banyak. Coba pikir, berapa banyak uang yang bakal kamu
dapat!”



Lanjut profesor, “Dalam satu dua tahun kamu akan bisa membeli satu kapal
lagi, dan kamu bisa menggaji banyak orang. Jika kamu mengikuti konsep
bisnis ini, dalam lima tahun kamu akan menjadi juragan armada nelayan yang
besar. Coba bayangkan!”



“Kalau sudah sebesar itu, sebaiknya kamu memindah kantormu ke ibu kota.
Beberapa tahun kemudian perusahaanmu bisa ‘go public’, kamu bisa jadi
investor mayoritas. Dijamin, kamu akan jadi jutawan besar! Percayalah! Aku
ini guru besar di sekolah bisnis terkenal, aku ini ahlinya hal-hal
beginian!”



Dengan takjub, nelayan itu mendengarkan penuturan profesor yang penuh
semangat itu. Ketika profesor selesai menjelaskan, sang nelayan bertanya,
“Tapi Pak Profesor, apa yang bisa saya perbuat dengan uang sebanyak itu?”



Ups! Anehnya sang profesor belum memikirkan konsep bisnisnya sejauh itu.
Cepat-cepat dia mereka-reka apa yang seseorang bisa lakukan dengan uang
sebanyak itu.


“Kawan! Kalau kamu jadi jutawan, kamu bisa pensiun. Ya! Pensiun dini seumur
hidup! Kamu bisa membeli villa mungil di desa pantai yang indah seperti
ini, dan membeli sebuah perahu untuk berwisata laut pada pagi hari. Kamu
bisa makan bersama keluargamu setiap hari, bersantai-santai tanpa khawatir
apa pun. Kamu punya banyak waktu bersama anak-anakmu, dan setelah makan
malam kamu bisa main gitar dengan teman-temanmu di warung. Yeaaa, dengan
uang sebanyak itu, kamu bisa pensiun dan hidupmu jadi mudah!



“Tapi, Pak Profesor, kan sekarangpun ini saya sudah bisa begitu…,” lirih
sang nelayan dengan lugunya.



……………………………………………………………………………


Pesan Moral :

Kenapa kita percaya bahwa kita harus bekerja begitu keras dan menjadi kaya
raya terlebih dahulu, baru kita bisa merasa berkecukupan? Apakah ada
“tujuan yang lebih mulia” dari apa yang Anda lakoni saat ini? Apakah itu
benar tujuan mulia atau sekadar dalih rasa takut untuk menjadi apa adanya?
Untuk merasa berkecukupan, apa sekarang ini tidak bisa?



“NIKMATILAH HIDUP INI APAPUN ADANYA, kita wajib selalu BERSYUKUR KARENA
NIKMAT DAN KARUNIA ALLAH”…



Sumber:

Sudarmono, Dr. (2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 kisah sumber
inspirasi. pp 90. Hafara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar