Jumat, 05 April 2013

Seminggu Terjebak Salju Karena Hiking Sendirian

Banyak pendaki yang tergoda untuk naik gunung sendirian. Biasanya gunung yang didaki tak terlalu tinggi dan bisa ditempuh untuk pulang-pergi (sampai puncak, kemudian pulang) dalam sehari. Meski tampak sepele dan pendakian itu tak terlalu bahaya, tetapi kecelakaan kecil saja bisa mengubah segalanya.

Adalah Mary Owen, 23 tahun, yang baru saja selamat dari musibah yang hampir merengut nyawanya gara-gara ia mendaki sendirian. Rencana semula ia akan naik Gunung Hood yang terletak di Santa Rosa, California, yang tingginya hanya 833 meter, bersama sejumlah teman. Namun saat teman-temannya membatalkan niatnya Owen tetap bersikeras mendaki sendiri. Ia sudah bercita-cita ingin menaiki Gunung Hood sejak melihatnya tahun 2010 kala ikut hiking melintasi Pacific Crest Trail.

Maka Minggu pagi akhir Maret lalu berangkatlah ia hiking sendirian dengan perbekalan hanya untuk 13 jam. Cuaca memang kurang menguntungkan. Salju pun turun yang makin lama makin deras. Lalu 300 meter menjelang puncak tiba-tiba ia kehilangan arah. Langit makin gelap dan sulit untuk melihat. "Salju begitu pekat dan jika saya teruskan itu seperti berenang ke hulu melawan arus,” katanya. Ia pun putuskan untuk kembali, namun menempuh arah yang salah. Ia terjatuh ke jurang sedalam 12 meter dan membuat kakinya terluka dan sulit melangkah.

Dengan luka yang didapatnya ia tak bisa melanjutkan perjalanan. Karena nyeri ia mencari tempat perlindungan dari terpaan salju yang deras. Ia menemukan cekungan yang bisa melindunginya dari salju dan longsoran salju dari atas. Karena hari makin sore ia putuskan untuk tidur di situ dengan harapan besok pagi kakinya sembuh dan ia bisa melanjutkan perjalanan pulang.

Akan tetapi saat bangun pagi, ia menemukan kakinya justru makin parah. Malah ia tak bisa menggerakkannya. Dengan kondisi seperti itu ia tak mungkin bisa pulang dan hanya bisa menunggu pertolongan. Ia yakin pertolongan akan segera datang karena sudah mendaftar di pos penjagaan dengan jadwal kembali sebelum jam 5 pagi hari Senin. Namun setelah ditunggu-tunggu pertolongan tak juga datang. Rupanya daftar registrasinya hilang.

Sambil menunggu pertolongan yang tak pernah datang ia berusaha bertahan sekemampuannya. Untung hujan salju tak selamanya turun. Ketika terang ia bisa berjemur dan memanaskan badan dengan membakar kayu meski hanya beberapa saat yang hanya cukup untuk menghangatkan tangannya. Saat hujan ia menampung air untuk minum menggunakan jaketnya.

Sampai hari Jumat pertolongan tak juga datang. Praktis ia hanya bertahan dengan minum dari salju yang dicairkan. “Saya tak mau mati di sini dan yakin tak akan mati di sini,” katanya. Keyakinan itu yang membuatnya bisa bertahan. Selama menunggu pertolongan ia berhalusinasi dengan melihat banyak teman-temannya datang menolong dan memberinya minum. “Namun saya selalu meyakinkan diri, jika mereka memberi saya minum air dingin berarti itu bukan halusinasi lagi,” katanya.

Hari Jumat, setelah lima hari tak mendapat pertolongan, tiba-tiba ia bisa memiliki tenaga untuk naik ke pelataran lebih luas agar bisa dilihat tim penolong. Tak lama kemudian pesawat melintas. Ia berusaha melambai-lambaikan tangan. Sayangnya, ia tak terlihat. Karena tak ada lagi pesawat yang melintas ia kembali ke cekungan. Besok paginya, Sabtu, ia kembali naik ke tempat yang mudah kelihatan. Beruntung hari itu tim pencari melihatnya. Akhirnya ia bisa diselamatkan setelah seminggu terjebak di gunung. Ia bisa bertahan karena keyakinan diri bahwa ia tak akan mati di situ.

________

Foto: Kati.com
sumber : www.andriewongso.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar