Jumat, 30 November 2012

Local Wisdom Go Global

Hingga usianya melebihi 40 tahun, Martha Tilaar belum juga dikaruniai anak. Berbagai usaha sudah dilakukan, namun tak juga membuahkan hasil. Bahkan, penderitaannya menjadi-jadi saat dokter kandungan memberikan ultimatum menyakitkan. “Pada usia pernikahan ke-16, yaitu di usia ke-42, saya divonis bahwa kemungkinan besar saya tidak akan memperoleh anak seumur hidup. Hati saya sedih dan hancur. Perempuan mana yang mau menerima vonis tersebut,” katanya. Vonis itu tak sembarangan karena dikemukakan oleh empat orang ahli kandungan yang bergelar profesor.

Pulang ke rumah dengan kesedihan yang mendalam, ia kemukakan unek-uneknya pada suami tercinta, Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf Tilaar. “Prof (saat itu suaminya sudah profesor), silakan prof cari istri lagi,” katanya. Mungkin karena ia kasihan pada sang suami yang tentunya memiliki keinginan punya anak, sedangkan itu tak mungkin didapat dari rahimnya.

Tak dinyana, Prof Henry Tilaar, mengaku sudah punya istri baru. Bahkan kemudian mengajaknya berkenalan. Dengan santai Henry mengajak Martha ke perpustakaan pribadi di rumah. “Inilah istri saya yang baru, yaitu buku-buku,” ujar Martha Tilaar menirukan ucapan sang suami dalam pidato pengukuhan gelar Perekayasa Utama Kehormatan (PUK) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada 13 September 2012. Buku-buku itulah yang justru menginspirasinya kemudian. Martha kemudian melupakan vonis menyakitkan itu. Ia lalu berkutat dengan buku-buku kecantikan. Ia pergi ke museum untuk mencari buku-buku kuno yang menjabarkan khasiat-khasiat ramuan warisan nenek moyang. Selain itu, ia juga mendapat bimbingan langsung dari neneknya yang ahli dalam ramuan tradisional.

“Eyang Putri saya terkenal ahli dalam hal jamu, beliau yang kemudian merawat saya agar bisa mendapat keturunan,” katanya. Neneknya merawat Martha secara intensif. Selain memberi jamu-jamuan juga mengurutnya. “Beliau mengurut, memberi parem, dan meramu jamu penyubur untuk saya minum,” tuturnya.

Akhirnya, upaya keras sang nenek dan keyakinan yang terus tumbuh di dalam hati Martha Tilaar, membuahkan hasil. Saat usianya 42 tahun, ia dinyatakan hamil. Namun karena ia mulai mengandung di usia yang terbilang tua untuk kehamilan pertama, ada sejumlah ahli kandungan yang mengkhawatirkan bayinya kelak akan lahir dengan sejumlah kekurangan. “Nyatanya, ketika anak saya lahir di usia saya yang ke-43, anak saya lahir sangat cantik,” katanya. Itu adalah momen paling membahagiakan dalam hidupnya.

“Pengalaman ini semakin memacu tekad saya untuk menggunakan bahan-bahan alam Indonesia sebagai bahan baku dalam produk kesehatan dan kosmetik alami,” ujarnya. Ia lalu memproduksi jamu penyubur warisan sang nenek yang kemudian diberi nama Wulandari, sesuai nama anak pertamanya. Banyak orang yang merasa tertolong dengan ramuan ini. Tak hanya perempuan Indonesia, tetapi banyak juga perempuan asing. Mereka menjadi subur dan punya anak setelah meminum jamu Wulandari. Dari sinilah bisnis jamu Martha Tilaar dimulai. “Saya memulai usaha ini dengan sesuatu (modal) yang besar, yaitu tekad. Tekad saya adalah mengangkat kearifan lokal bangsa Indonesia menjadi mendunia, khususnya dalam bidang kesehatan dan kosmetika alami. Local Wisdom Go Global!” katanya.

Foto: Dok. BPPT
sumber : www.andriewongso.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar