Oleh: Sonny Wibisono
"The eye of a human being is a microscope, which makes the world seem bigger than it really is."
-- Kahlil Gibran
ADA seorang saudagar kaya raya. Satu hari, sang saudagar jatuh sakit.
Umurnya memang sudah tak lagi muda. Hampir mendekati uzur. Ia sudah
merasa waktunya di dunia ini sudah habis. Sebelum wafat, ia meninggalkan
wasiat kepada kedua anaknya. Wasiat pertama, bila ada yang berutang,
janganlah engkau tagih. Untuk wasiat kedua, bila keluar rumah, janganlah
sampai engkau terkena sinar matahari.
Beberapa hari kemudian, sang saudagar wafat. Ia pun dikebumikan di
pemakaman dekat rumah. Setelah sang saudagar wafat, kehidupan berjalan
normal kembali seperti biasa. Semua pesan yang diamanahkan sang saudagar
kepada anaknya, benar-benar dijalankan oleh kedua anaknya tersebut.
Setelah beberapa tahun kemudian, kedua anak tersebut sibuk dengan
masing-masing urusannya. Mereka mencari nafkah dan tinggal di dua kota
yang berbeda. Akhirnya, setelah lima tahun tak pernah berjumpa, mereka
bertemu kembali di kediaman mereka dimana mereka pernah dibesarkan
dahulu.
Ada perbedaan mendasar dari kedua anak tersebut. Anak pertama, ternyata
hidupnya begitu miskin. Sedangkan anak kedua, terlihat sangat makmur.
Kekayaan melimpah ruah.
Sang Ibu yang telah renta pun bertanya kepada kedua anaknya. Ketika
ditanya mengapa bisa terjadi perbedaan yang begitu mencolok, keduanya
menjawab karena melaksanakan amanah yang ayah wasiatkan kepada mereka.
Sang anak pertama menjelaskan, bahwa ia menjalankan wasiat yang
diberikan ayahnya, 'Jangan menagih utang kepada orang yang berutang
kepadaku, maka setiap orang yang berutang, tak pernah aku menagihnya,
makanya aku bankrut.' Untuk wasiat kedua, anak pertama menjelaskan,
'Ayah berpesan supaya kalau aku pergi atau pulang ke tempat bekerja, aku
tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya aku harus naik angkutan,
padahal sebenarnya bisa saja berjalan kaki untuk menghemat. Tetapi
dengan naik angkutan, pengeluaranku bertambah banyak.'
Anak kedua ditanyakan hal yang sama. Mengapa ia bisa begitu kaya raya
dan hidupnya makmur. Katanya, 'Ayah berpesan, aku tak boleh menagih
orang yang berutang padaku, makanya aku tak pernah lagi memberi utang
kepada para pelanggan.' Sedangkan untuk wasiat kedua, anak kedua
menjelaskan, 'Ayah berpesan, jangan terkena sinar matahari jika keluar
rumah, maka aku berangkat lebih pagi sebelum matahari terbit, dan aku
akan pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Jadi aku dapat membuka
tokoku lebih cepat dari toko yang lain dan lebih lama menutup tokoku
sampai matahari telah terbenam.'
Kisah di atas memperlihatkan bagaimana sebuah kalimat ditanggapi dengan
persepsi yang berbeda. Jika kita memaknainya dengan sudut pandang
positif, maka segala hambatan dapat diatasi dengan baik. Tetapi bila
kita bisa memandangnya dari sudut pandang yang negatif, maka hambatan
yang dihadapi terasa begitu sukar untuk dilewati. []
www.sarikata.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar