Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, tahun pastinya
sudah lupa. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan elektronik.
Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Seorang anak
yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat kaum hawa
yang mengenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di
sebuah perusahaan swasta, dia sudah
dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya
tidak terlalu jauh dari kantor.
Tipe orangnya yang humoris dan
gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman-teman kantor senang
bergaul dengan dia, terutama dari kalangan perempuan single. Bahkan
putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus
pada A be.
Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya
seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti
borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian
kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat
seperti luka bakar. Wanita tua ini terlihat seperti monster yang
menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya
kalau tidak ada keperluan penting.
Wanita tua ini tidak lain
adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan
pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat, seperti
membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan
lain-lain. Bahkan wanita tersebut juga selalu memberikan perhatian yang
besar kepada anak satu-satunya A be. Namun A be adalah seorang pemuda
normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan
itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya.
Setiap kali ada
teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A
be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu
sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung,
kasihan.” jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang
Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan
ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya,
takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.
Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh
sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan
mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala
keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah
harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang
kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).
Hal ini membuat A be menjadi uring-uringan di rumah.
Pada
saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat
sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran
usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran
postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang
memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah
menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat
anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah
menerobos api yang sudah mengepung rumah.
Sang wanita menderita
luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka
sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa
wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud
dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang
sekarang terbaring sakit tak berdaya.
Spontan air mata A be menetes
keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang
tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang
terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas
dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan
ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan
di ungkit lagi”. Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya
belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A
be tetap tidak perduli.
Biar bagaimanapun ibu kita tetaplah ibu kita….sampai ajal menjemput tak ada kata mantan ibu maupun mantan anak…
Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan
membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. Semoga cerita ini
bermanfaat…
Salam Diamond
Stefanus Sandy SE, MM
Diamond Director of Jeunesse Global.
Building a Better Future Together
Support by http://www.top888.biz/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar