Jika
ada yang bilang “cinta itu butuh pengorbanan” itu memang benar,
pengorbanan menjadi bukti kebenaran cinta, semakin besar perngorbanan
seseorang semakin besar pula bukti cintanya dan sebaliknya.
Kehidupan dua insan dalam
bahtera rumah tangga juga membutuhkan pengorbanan dari dua belah pihak,
pengorbanan jiwa, harta bahkan nyawa sekalipun.
Dan
saya ketengahkan ke hadapan sidang pembaca kisah inspiratif yang layak
dijadikan tauladan oleh para suami. Ketika membacanya, mata saya
menitihan air mata dan selesai membacanya saya berharap agar kelak
menjadi suami yang penuh cinta dan tanggung jawab. Amiin…….
Silahkan menyimak, jangan lupa tuliskan kesan anda untuk kisah ini
Perkawinan itu telah berjalan
empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang
anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak
juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari
berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa pun,
suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan
melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah
seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa
pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak
peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.
Melihat hasil seperti itu, sang
suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu
menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri
memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak
memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu
perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada sang
dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi,
tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di
saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak
dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter,
akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa
masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada
sang istri.
Sang suami memanggil sang istri
yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan
kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang
dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan
kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara
istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang
dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan
terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha
dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu
pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita
tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima (5) tahun berlalu dari
peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya
datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri
berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama
Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta
cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan
shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama
Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan
memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa
bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya
bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya,
sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang
memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita
mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi
sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.
Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”.
Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.
Mendengar keterangan tersebut,
jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia
berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku
menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama
ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya
ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”.
Sang istri pun bad rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu,
tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan
saya berharap semoga engkau baik-baik saja”.
“Haah, pergi?”. Kata sang istri.
“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.
Sehari sebelum operasi,
datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka
disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari
sang donatur.
Saat itu sang istri teringat
suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu,
istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam
ruang bedah operasi”.
Operasi berhasil dengan sangat
baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya
tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa sang donatur
itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya
telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan
sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar
menutup rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari
operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri
tersebut, keluarga besar dan para tetangga.
Suasana rumah tangga kembali
normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah
fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah
pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan
mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu hari, sang suami ada
tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja,
buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang
istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.
Hamper saja ia terjatuh pingsan
saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis
meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis
sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya.
Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis
pula.
Dan setelah peristiwa tersebut,
selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya.
Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada
kekuatan untuk memandangnya sama sekali.
(Diterjemahkan dari kisah yang
dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam
email dan disebarkan kepada kawan-kawannya)
Isteri Solehah by Ahmad Ibnu Hanbalhttp://ahmadbinhanbal.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar