Abdul Kalam adalah seorang ilmuwan dan insinyur terkemuka
India yang pernah menjabat sebagai presiden India yang ke-11 periode
2002-2007. Ketika masih sangat aktif menjadi ilmuwan, dia punya
kesempatan belajar bagaimana memimpin yang baik dan turut membekalinya
menjadi seorang pemimpin tertinggi di negerinya. Beginilah
pengalamannya.
Pada tahun 1973, saya menjadi direkur proyek program kendaraan peluncur satelit India, yang umumnya disebut SLV-3. Tujuan kami saat itu adalah menempatkan satelit India “Rohini” ke orbitnya pada tahun 1980. Saya diberikan dana dan sumber dayanya—tapi juga ada targetnya yang sangat jelas, yaitu pada tahun 1980, kami harus bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa. Ribuan orang bekerja bersama dalam tim ilmiah dan teknis demi tujuan itu.
Pada tahun 1979, sepertinya waktu itu bulan Agustus, kami pikir kami
sudah siap. Sebagai direktur proyek, saya pergi ke pusat kontrol dan
pengendalian peluncuran. Empat menit sebelum satelit diluncurkan,
komputer mulai mengecek daftar tahapan persiapan peluncuran. Satu menit
kemudian, program peluncuran tiba-tiba tidak aktif; tampilannya
menunjukkan bahwa sebagian komponen pengendali tidak berfungsi. Para
tenaga ahli saya—ada sekitar empat atau lima orang—berkata agar saya
tidak perlu khawatir karena mereka sudah melakukan perhitungan secara
cermat dan masih ada bahan bakar cadangan yang cukup. Maka, saya abaikan
tampilan di komputer itu, memindahkan ke mode manual, dan meluncurkan
roket. Pada tahap awal, semuanya berjalan lancar. Masuk ke tahap kedua,
alih-alih satelit meluncur ke orbit, seluruh sistem roket jatuh ke Teluk
Bengal. Proyek itu gagal total.
Hari itu, Ketua Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (the Indian
Space Research Organization), Prof. Satish Dhawan, menggelar konferensi
pers. Peluncuran berlangsung pada jam 7 pagi, dan konferensi pers yang
dihadiri para wartawan dari seluruh dunia, diadakan pada pukul 7.45 di
tempat peluncuran satelit milik ISRO di Sriharikota (yang terletak di
Andhra Pradesh di sebelah selatan India). Prof. Dhawan, pemimpin
organisasi, memimpin konferensi pers itu seorang diri. Dia mengambil
tanggung jawab atas kegagalan itu—dia menyatakan bahwa tim sudah bekerja
sangat keras, tapi ternyata proyek ini masih membutuhkan dukungan
teknologi yang lebih canggih lagi. Dia meyakinkan media bahwa di tahun
berikutnya, tim akan benar-benar sukses. Kalau dipikir-pikir lagi,
sayalah direktur proyek ini dan semua ini sebenarnya adalah kegagalan
saya. Tapi Prof. Dhawan malah bersedia mengambil alih tanggung jawab
atas kegagalan sebagai ketua organisasi.
Pada tahun berikutnya, tepatnya Juli 1980, kami mencoba kembali
meluncurkan satelit—dan kali ini kami berhasil. Seluruh negeri bersorak
gembira. Sekali lagi, digelarlah konferensi pers. Tapi kali ini Prof.
Dhawan memanggil saya dan berkata, “Kau yang memimpin konferensi pers
hari ini.”
Saat itu saya mendapat sebuah pelajaran yang sangat penting. Ketika
terjadi kegagalan, pemimpin organisasi yang bertanggung jawab atas
kegagalan itu. Tapi begitu sukses berhasil dicapai, dia memberikan itu
pada timnya. Pelajaran manajemen terbaik yang saya pelajari bukan
berasal dari buku teks, tapi malah melalui pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar