Tes masuk ke perguruan tinggi terkenal di Jakarta telah dilalui dan diumumkan diterima. Pada batas akhir waktu pembayaran, kami sebagai orang tua, harus memutuskan, si bungsu akan meneruskan pendidikan di Jakarta (besok terakhir bayar) atau memberi izin untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri (dengan semua konsekuensi yang menyertai).
Di malam penentuan, kami bertiga ‘meeting serius’. “Begini Val. Jujur saja, Papa nggak seratus persen percaya, kamu nanti bisa bener nggak sekolah di luar sana?” papanya memulai dialog. “Di rumah sendiri aja belum bisa mandiri, bagaimana nanti hidup di luar sana? Belum lagi pergaulannya. Jauh dari papa mama, bisa rusak kamu. Coba beri alasan yang jelas, kenapa papa dan mama harus mengeluarkan biaya yang besar untuk kamu sekolah di Amrik. Kalau alasanmu tidak bisa diterima, besok bayar dan sekolah di sini aja,” jelas si papa.
“Pa, ma, aku bener-bener serius mau sekolah ke luar. Janji sekolah yang bener. Kalau masalah pergaulan, nggak usah jauh-jauh pa, kalau mau rusak di sini juga banyak, bahkan banyak sekali. Selama ini papa dan mama kan lihat sendiri, aku nggak pernah macam-macam. Aku bisa memilih temen yang baik dan temen yang nggak baik. Nggak usah kuatir, pa, aku nggak bakal mempermalukan ortu. Apalagi papa motivator terkenal, aku pasti jaga baik-baik nama papa…….. (sambil terus bercerita tentang berbagai kenakalan yang terjadi di kalangan teman-temannya, yang notabene ‘agak-agak melewati batas’). Seandainya aku mau nakal dan nggak bener, udah lama, pa. Selama ini aku cerita ke mama kok, ya, kan ma? (sambil melihat dan meminta dukungan dari mamanya).
Setelah mendengar penjelasan panjang lebar dan menggali lebih dalam, ada sentakan rasa sekaligus kelegaan di dalam dada, seakan melihat si bungsu berlari riang melampaui lorong masa gaduh usia anak-anak dan sekarang telah beranjak dewasa. Di usia yang terbilang muda, anakku mampu bertutur dengan sopan, runtut, jelas dan percaya diri. Sungguh luar biasa. Dan di akhir pembicaraan serius malam itu, papa-nya (disertai restu si mama), memutuskan memberi izin untuk si bungsu melanjutkan sekolah ke luar negeri. “Horeeeee….....” si bungsu pun berteriak sambil berjingkrak kesenangan.
Saat tiba waktunya, kami orang tuanya, membekali segenap doa dan harapan, semoga dengan bekal pendidikan yang baik, kelak anakku mampu membuktikan diri menjadi insan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan banyak orang. Amin.
sumber : www.andriewongso.com
Dari sinilah ia terpikirkan untuk ikut kursus fashion
yang diselenggarakan Marconi Technical Institute agar kemampuannya
menjahit makin terasah. Ketika itu usianya masih 15 tahun. Tahun 1973 ia
melanjutkan sekolah ke University of Venice bidang ekonomi. Untuk
membiayai kuliahnya ia bekerja paruh waktu sebagai mekanik bengkel atau
tukang kayu. Di samping itu ia tetap membantu orangtuanya bertani.
Lalu
keajaiban terjadi. Mourinho pulang menumpang mobil asistennya, Rui
Faria. “Suatu keajaiban saya melihatnya,” kata Mourinho. “Saya melihat
Abel duduk di pinggir jalan di luar tempat latihan. Saya pulang
menumpang mobil asisten saya Rui Faria dan selalu banyak orang di sana.
Tetapi saya bilang ke Rui, ‘Stop! Ada orang dari Los Angeles,” kata
Mourinho.
Abel
menolak karena ia tak punya uang. Kemudian Mourinho meyakinkannya.
“Jika Anda bersama saya di Eropa, Anda tak perlu bayar,” katanya.
Hingga
tahun 1975 ia hanya berperan di film-film yang tak begitu sukses. Suatu
kali di bulan Maret 1975, ia menyaksikan pertandingan tinju antara
Muhammad Ali dan Chuck Wepner. Tiba-tiba saja ia mendapat ide sebuah
film. Stallone segera pulang dan berkutat selama tiga hari membuat script
film tinju. Setelah selesai ia tawarkan ke sejumlah produser, namun
selalu ditolak. Meski naskah itu menarik, produser tampaknya tak mau
Stallone sebagai pemeran utamanya sedangkan Stallone selalu menawarkan
dengan syarat ia yang harus jadi pemeran utama.
Dengan
luka yang didapatnya ia tak bisa melanjutkan perjalanan. Karena nyeri
ia mencari tempat perlindungan dari terpaan salju yang deras. Ia
menemukan cekungan yang bisa melindunginya dari salju dan longsoran
salju dari atas. Karena hari makin sore ia putuskan untuk tidur di situ
dengan harapan besok pagi kakinya sembuh dan ia bisa melanjutkan
perjalanan pulang.