Jumat, 26 September 2014

Pria Ini Rela Tinggalkan Gaji Rp 99 Miliar/Bulan Demi Anak

Sosok ayah teladan tampaknya melekat erat pada Mohamed El-Erian yang rela melepaskan jabatan pimpinan di perusahaan investasi dunia demi sang anak. Tanpa rasa sesal dia melepaskan jabatan dengan gaji puluhan miliar rupiah demi menghabiskan waktu lebih banyak dengan sang anak.
Mengutip laman Daily Mail, Kamis (25/9/2014), Mantan CEO Pimco Mohamed El-Erian membongkar alasan mengapa dirinya rela melepaskan jabatan tertinggi di perusahaan investasi yang mengelola dana hingga US$ 2 triliun tersebut. Pekerjaan dengan pendapatan sekitar US$ 8,4 juta atau Rp 99,2 miliar/bulan itu ditinggalkan begitu saja demi satu alasan, demi sang anak.
Puteri Mohamed yang baru berusia 10 tahun mengatakan, sang ayah telah melewati hari pertamanya di sekolah, parade Haloween, pertandingan sepakbola pertamanya dan banyak acara yang telah dia lewatkan. Semua karena sang ayah terlalu sibuk bekerja.


Pengunduran diri Mohamed pada Mei 2013 memang sangat mengejutkan dunia keuangan. Baru-baru ini, dia baru menceritakan betapa puteri kecil dan istrinya, Jamie merupakan alasan utama dia mengambil keputusan mengejutkan tersebut.

Cerita di Balik Pengunduran Diri

Sekitar satu tahun lalu, Mohamed sebenarnya masih sering memberikan perhatian pada putrinya dengan menyuruh dia sikat gigi atau membereskan mainan. Dia pikir perhatian tersebut sudah cukup mengingat anaknya sangat penurut dan tak pernah membantah.
Tapi pada suatu malam, sang anak meminta ayahnya jangan dulu tidur dan pergi ke kamarnya.
"Dia kembali dari kamar dan membawa selembar kertas yang berisi daftar berbagai acara penting dalam hidupnya yang saya lewatkan. Berbagai kegiatan penting di mana saya tak bisa menemainya karena terlalu sibuk bekerja," kenang dia.
Meski memberikan kertas tersebut dengan halus, tapi isinya tampak seperti tamparan keras bagi investor ternama itu. Mohamed mengaku saat itu dirinya merasa telah menjadi ayah sangat buruk meski alasannya untuk bekerja memenuhi kebutuhan sang anak.
"Terdapat 22 kegiatan dan acara dalam daftarnya, mulai dari hari pertama ke sekolah hingga rapat orangtua dengan para guru. Saya sebenarnya punya alasan tepat seperti rapat penting, telepon mendadak dan perjalanan bisnis, tapi saya tetap merasa sangat bersalah waktu itu," kisahnya.
Mohamed merasa pekerjaannya telah membuat dia melewatkan berbagail hal yang lebih penting. Semakin sibuk dirinya, maka dia semakin melukai hubungannya dengan orang-orang paling spesial dalam hidupnya, anak dan istri.
"Saya tak pernah meluangkan cukup waktu untuk menemaninya," sesal dia.
Maklum, dia bekerja dari jam 9 malam hingga jam 1 pagi. Lalu dia bangun untuk menulis sebagai kolumnis di sebuah surat kabar. Pukul 4.30 dia mulai memperhatikan pergerakan saham dan sudah berada di kantor pukul 9 pagi menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan.
Kini dia telah bekerja sebagai Kepala Penasehat Ekonomi di Allianz di mana waktu kerjanya 50 persen lebih luang dibandingkan saat masih bekerja di PIMCO.

Sejak mengundurkan diri, kini investor tersebut mengatakan lebih dekat dengan sang anak. Bahkan bersama sang istri, mereka berdua membangunkan dan menyiapkan sarapan untuk putrinya.
Dia bahkan telah merencanakan liburan bertiga saja. Sang anak juga merasa lebih bahagia karena Mohamed meluangkan banyak waktu menemai hari-harinya. (Sis/Ndw)

https://id.she.yahoo.com/pria-ini-rela-tinggalkan-gaji-162241922.html

Rabu, 17 September 2014

Steve Jobs Batasi Anak Gunakan iPhone dan iPad

Rabu, 17 September 2014

Mungkin sebagian besar orang tua memimpikan anak-anak mereka, kecil atau sudah dewasa, memiliki gadget (smartphone) super canggih dalam kesehariannya. Impian ini seperti hal lumrah. Selain menunjukkan status, keluarga modern akan terasa kurang jika anak-anak mereka tak “dipersenjatai” dengan gadgets canggih tersebut.

Barangkali banyak orang yang menduga, keluarga siapa yang rumah dan anak-anak mereka memiliki fasilitas teknologi canggih. Rasa penasaran itu pernah dialami seorang wartawan New York Times saat berkesempatan mewawancarai pendiri Apple Inc., Steve Jobs. Sang wartawan, Nick Bilton, sempat menungkapkan angan-angannya bahwa sebagai pencinta produk Apple ia ingin anak-anaknya juga memiliki iPad atau iPhone, dua produk Apple yang paling terkenal.

Bilton mengakui sebelumnya ia membayangkan rumah keluarga Jobs pastilah paling canggih di dunia. Dinding dan meja makan di rumah mereka dipenuhi layar sentuh. Saat tidur pun mereka tak akan jauh-jauh dari produk-produk canggih dengan layar sentuh. Tetapi apa jawaban Jobs?

Jobs yang meninggal tahun 2011 itu, justru membatasi anak-anaknya bersentuhan dengan produk-produk digital canggih semacam itu. "Kami sangat membatasi anak-anak menggunakan produk teknologi di rumah,” katanya. Walter Isaacson, penulis buku Steve Jobs, yang sempat menginap berhari-hari di rumah Jobs dalam rangka menuliskan buku itu, menyaksikan sendiri bagaimana Jobs tak “segila” yang dibayangkan orang dengan membiarkan anak-anaknya menjadi pecandu teknologi. Ia tahu bahayanya kecanduan teknologi yang berada di genggaman tangan itu yang bisa merusak mental anak-anaknya.

Bisa Menurunkan Kemampuan Sosial

Tak hanya Jobs, yang bersikap seperti itu. Para pengusaha teknologi lain pun melakukan hal serupa. Mereka tahu jika anak-anak terlalu banyak menggunakan perangkat smartphone atau produk digital yang canggih itu akan menurunkan kemampuan sosial mereka, seperti tingkat sosialisasinya rendah, kuram empati pada orang lain, kurang peduli, dan sebagainya.

Di Amerika Serikat sendiri, sebuah penelitian yang hasilnya baru-baru ini dipublikasikan, menyebutkan bahwa anak-anak di sana rata-rata menggunakan smartphone atau layar elektronik selama 7,5 jam sehari. Ini membuat kemampuan sosial mereka menurun drastis. Namun ketika akses terhadap perangkat itu dibatasi, kemampuan sosial mereka kembali naik. Bisa dibayangkan jika anak-anak itu dibiasakan menggunakannya secara terus-menerus tanpa jeda.

"Setiap malam Steve Jobs makan malam di meja panjang besar di dapur mereka, mendiskusikan buku dan sejarah, serta berbagai hal. Tidak ada yang pernah mengeluarkan iPad atau komputer. Anak-anak tampaknya tidak kecanduan sama sekali pada perangkat-perangkat itu," ujar Isaacson.

Kita semua tahu Steve Jobs adalah orang jenius dan produk teknologi yang diciptakannya digandrungi dunia. Tetapi ia tak mau membiarkan anak-anaknya menjadi pecandu teknologi. Ia lebih suka memanusiakan anak-anak mereka meski harus membatasi akses mereka terhadap produk-produk Apple yang dibuatnya. Luar biasa!

 www.andriewongso.com