Kamis, 29 Mei 2014

Perdebatan yang Tiada Guna


Alkisah di suatu padepokan, ada seorang guru yang sangat dihormati karena sikapnya tegas dan bijaksana. Suatu hari, dua orang murid menghadap kepadanya. Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik. Keduanya berdebat tentang hitungan 3 x 7. Murid pandai mengatakan hasilnya 21. Murid bodoh bersikukuh bahwa 3 x 7 hasilnya adalah 27.

Kata murid bodoh dengan sengit, "Guru. Muridmu mohon keadilan. Jika benar bahwa 3 x 7 = 27 maka kawanku ini harus dicambuk 6 kali oleh Guru. Tetapi kalau dia yang benar bahwa 3 x 7 = 21 maka muridmu ini bersedia untuk memenggal kepala sendiri!!" Murid yang bodoh ini sangat yakin dengan pendapatnya bahwa 3 x 7 adalah 27.

"Katakan Guru, mana yang benar?" desak murid bodoh bersemangat.

Sambil menggeleng-gelengkan kepala, sang guru menjawab, “Pelajaran hari ini bukan siapa salah atau benar. Tapi tentang kebijaksanaan. Bagi murid yang tidak bijak, Guru putuskan hukuman cambuk 6 kali.” Si murid pandai jelas saja protes keras.

"Hukuman ini bukan untuk hasil hitunganmu.. tapi karena kamu tidak cukup bijak. Mau-maunya berdebat dengan orang bodoh yang tidak tahu kalau 3x7 adalah 21!!"

Sang guru melanjutkan, "Lebih baik melihatmu dicambuk dan menjadi arif, daripada harus melihat satu nyawa terbuang sia-sia! Ini peringatan buat kamu agar jangan lagi melakukan perdebatan yang sia-sia".

Sering kita sibuk memperdebatkan sesuatu yang tak berguna, entah dengan pasangan kita, rekan kerja atau teman sendiri. Selain hanya membuang waktu & energi untuk hal yang tidak perlu, malahan sering berakhir dengan kemarahan, kejengkelan bahkan kebencian bagi yang kalah, atau kesombongan dan tindakan menghina bagi yang menang. Sungguh tidak berguna alias sia-sia.

Mari membuka diri untuk terus belajar hal yang positif. Tidak merasa kalah saat pendapatnya tidak diterima dan tidak menjadi takabur saat terjadi yang sebaliknya. Selalu bisa menerima dan memahami kelemahan orang lain dan mampu memahami kelebihan orang lain tanpa harus berdebat dengan sia-sia.


www.andriewongso.com

Mundur untuk Melompat Jauh


Suatu hari, seorang murid diajak berkeliling oleh gurunya. Di sepanjang perjalanan, sang guru memberikan berbagai wejangan kehidupan pada muridnya, yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Rupanya, inilah hari terakhir sang murid sebelum turun gunung dan mengamalkan berbagai ilmu yang didapatnya.

Kemudian di tepi sebuah hutan, mereka menemukan sebuah sungai kecil yang tidak memiliki jembatan. Karena sungainya tidak terlalu lebar, sang guru dan murid tanpa kesulitan melompatinya sampai ke seberang. Hanya saja, karena langkah kaki dan ilmunya belum sehebat sang guru, si murid harus mengambil ancang-ancang dua langkah ke belakang.

Mereka pun meneruskan perjalanan sembari terus membicarakan banyak hal. Tanpa terasa, jalan mereka pun terus naik dan mendaki hingga kemudian sang guru berhenti di sebuah tebing jurang yang cukup tinggi.

“Nah, kita sudah hampir tiba di tempat tujuan. Sekarang, kita melompat ke ujung bukit di sana,” pesan sang guru yang tiba-tiba langsung melompat tinggi dan mendarat mulus di seberang. “Ayo, lompat!”

Si murid sejenak melongok ke dalam jurang. Meski tak terlalu dalam, tapi itu cukup untuk membuatnya sedikit ketakutan. Melihat itu, gurunya berujar, “Ayo, jangan takut! Itu jaraknya sama dengan sungai yang kita lewati tadi.”

Meski ragu, si murid pun berusaha menuruti gurunya. Ia merasa tak punya pilihan lain. Apalagi, gurunya mengatakan, jaraknya tak lebih lebar dari saat ia menyeberang di sungai yang tadi dengan mudah dilompatinya. Namun, saat berlari hendak melompat, tiba-tiba ia berhenti. Ia ragu-ragu, karena jika salah ambil ancang-ancang, akibatnya jauh lebih fatal dibanding saat melompati sungai.

Karena itu, si murid mencoba mengambil langkah mundur lebih jauh. Setidaknya, ia mundur hampir sepuluh langkah agar ia bisa berlari kencang sebelum melompat. Ketika mengambil jarak lebih jauh, kecepatan larinya berhasil membuat ia berhasil melompat jauh hingga sampai ke seberang dengan selamat.

Sembari mengelus kepala si murid dengan penuh kasih, sang guru memberi wejengan lain. “Muridku, kamu tahu apa yang membedakan lompatanmu saat di sungai dan di tebing jurang tadi? Meski jaraknya sama, keduanya punya tantangan yang berbeda.  Maka, kamu mengambil ancang-ancang mundur lebih jauh saat di tebing jurang untuk memastikan keselamatanmu.

Begitu juga dengan kehidupan ini. Kadang, saat tantangan yang lebih hebat menghadang, kita perlu mundur sedikit lebih jauh. Ini semata adalah upaya kita untuk bisa melompat lebih jauh dan tinggi. Maka, suatu kali nanti, jika kamu merasa mengalami kemunduran, kegagalan, kesulitan, bahkan jatuh.. jangan pernah berputus asa. Barangkali, itu justru langkah mundurmu agar bisa belajar melompat lebih tinggi.”

Netter yang Bijaksana,

Cerita di atas tepat sekali untuk menggambarkan sebuah pepatah bijak: “以退为进 / yǐ tuì wéi jìn” (mundur, untuk melompat jauh ke depan). Jika diresapi maknanya, akan melahirkan kekuatan di tengah hadangan dan terjangan badai kehidupan yang sering terjadi. Bahkan, saat mundur itulah, masa paling suram itulah, jika kita tahan, terus maju, ulet, makin kerja keras maka pintu sukses akan terbuka lebar.

Mari, jadikan setiap momen kesulitan, ujian, dan cobaan sebagai masa belajar dan evaluasi untuk memperbaiki keadaan. Jangan sesali dan jangan pernah mengeluh. Sebab, bisa jadi, ujian terberat itu justru membuka banyak peluang di masa depan.

www.andriewongso.com

Sabtu, 24 Mei 2014

Berani Mimpi


Dikisahkan di sebuah desa miskin, ada satu sekolah dasar. Hanya sedikit muridnya, karena kebanyakan anak-anak membantu orangtuanya mencari nafkah. Hari itu, salah satu guru sedang memberi pelajaran mengarang.

“Anak-anak, tugas hari ini adalah mengarang dengan judul ‘Cita-citaku’.”

Seorang murid senang sekali dengan judul yang menantang itu. Maka dengan cepat sekali  dia menulis di bukunya tentang cita-citanya tersebut.  Murid ini mengarang, “Nanti kalau dewasa, aku ingin punya rumah besar di atas bukit dengan pemandangan yang indah, berdampingan dengan vila-vila kecil untuk tempat peristirahatan. Di sana, banyak pepohonan yang rindang. Ada taman bunga dan kebun buah.”

Setelah dibaca , sang guru menegur, “Yang kamu tulis itu bukan cita-cita, tetapi itu impian yang tidak mungkin terjadi. Maka, kamu harus menulis ulang tentang cita-citamu yang sebenarnya.”

Murid itu pun menjawab, “Bu Guru, ini adalah cita-citaku yang sebenarnya. Ini bukan mimpi. Kelak, ini bisa menjadi kenyataan.”

“Kamu jangan bermimpi. Yang masuk akal dong, kalau bikin karangan. Jika tidak kamu perbaiki, maka ibu guru akan memberi nilai jelek.”

Walaupun diancam oleh ibu guru, si murid kecil tetap ngotot tidak mau mengubah sikapnya. Akhirnya, ia mendapat nilai paling jelek di kelas.

Puluhan tahun kemudian, sang guru yang masih tetap mengajar di sekolah itu, mengajak murid-muridnya berwisata di kebun buah di atas bukit yang sangat terkenal. Ia dan murid-muridnya berdecak kagum memandangi kebun buah dan taman bunga di atas bukit itu. Apalagi di dekatnya berdiri sebuah bangunan yang berdiri megah dan sangat indah.

“Orang yang membangun rumah ini pastilah orang yang sangat hebat,” gumam sang guru. Tiba-tiba terdengar jawaban, “Bukan orang hebat, hanya seorang bocah bandel yang berani bermimpi. Tapi pasti, yang lebih hebat adalah guru yang mendidik dia. Mari Bu, ajak murid-murid yang lain masuk ke dalam rumah,” ujar pemilik rumah dengan rendah hati. Sang gurupun terhenyak dan baru tersadar siapa yang berdiri di depannya. Tidak lain adalah si murid kecil yang keras kepala, yang mendapat nilai jelek waktu itu.



Kalau kita mau menyadari, sebenarnya banyak sekali prestasi spektakuler dari abad sebelum Masehi sampai abad Millenium ini. Semua itu lahir dari sebuah embrio: yaitu berani mimpi!

Karena keberanian bermimpi dari Wright bersaudara maka pesawat terbang berhasil diciptakan. Karena mimpi jugalah, kita bisa menikmati kecanggihan komputer dan berkomunikasi dengan telepon tanpa kabel.

Karena impian pula, kehidupan saat ini bisa kita ubah menjadi hidup yang lebih berkecukupan dan lebih berkualitas. Tentu untuk merealisasikan setiap mimpi jadi nyata, kita membutuhkan dukungan dari kekuatan lainnya, yaitu kekuatan keberanian: berani mencoba, berani berjuang, berani gagal dan yang terakhir.. berani sukses! Selamat berjuang!


http://www.andriewongso.com/articles/details/13327/Berani-Mimpi

Langkah Kehidupan


Alkisah, suatu hari seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Setiba di bandara, sang profesor dijemput oleh seorang prajurit muda yang ditugaskan untuk melayani kebutuhannya selama kunjungannya di sana.

Setelah berjumpa dan saling memperkenalkan diri, mereka pun menuju ke tempat pengambilan koper. Sepanjang perjalanan, si prajurit sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya secara spontan. Ia membantu seorang wanita tua yang kopernya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat atraksi yang digelar di hari-hari tertentu di bandara tersebut. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali ia kembali ke sisi sang profesor tampak raut puas dan senyum lebar menghiasi bibirnya.

"Anak muda, bapak sungguh terkesan dengan kebaikan hatimu. Darimana kamu belajar melakukan hal-hal seperti itu?" tanya sang profesor penasaran menyaksikan ulah lincah si prajurit.

"Melakukan apa, Prof?" tanya si prajurit.

"Begitu sibuk memperhatikan dan menolong orang lain. Darimana Anda belajar untuk hidup seperti itu?"

"Oohh, selama masa perang saya kira," jawab si prajurit sambil tiba-tiba mengerutkan kening, seakan mengingat banyak kejadian buruk di masa perang. Kemudian dia bertutur tetang kisah perjalanan tugasnya selama di medan perang. Saat itu dia ditugaskan untuk ikut serta membersihkan ladang ranjau. Di situ, dia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya tanpa dia bisa berbuat sesuatu apa pun. Sungguh luka hati dan duka yang tidak bisa diterimanya selama ini.

"Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah," katanya dengan nada tercekat. "Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan ketika mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah perjudian antara hidup dan mati, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Saya ingin bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi siapa saja selama saya masih diberi waktu oleh kehidupan ini. Karena saya rasakan begitu banyak hal-hal yang masih ingin saya lakukan dan begitu sedikit yang telah saya kerjakan. Sedangkan berkaca dari pengalaman, seakan begitu sedikit waktu dan kesempatan yang tersedia dan masih tersisa".



Kesadaran akan nilai waktu, kadang dipicu karena pengalaman di kehidupan ini. Saat sebuah kehidupan dimulai, kepastian yang akan datang adalah kematian. Kita tidak pernah tahu kapan itu akan terjadi karena itu adalah rahasia Tuhan.

Sebelum semua terlambat dan kata sesal mengikutinya, mari bersama kita manfaatkan waktu yang masih kita punyai untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan tentunya bagi banyak orang. Agar di kehidupan ini peranan kita sebagai manusia punya arti positif dan nilai yang hakiki.




http://www.andriewongso.com/articles/details/13321/Langkah-Kehidupan