Minggu, 27 Desember 2009

BERPIKIR SEDERHANA

Seorang anak kecil yang baru masuk kelas 1 SD bertanya kepada ayahnya, 'Apakah menjadi seorang ayah akan selalu mengetahui lebih banyak dari pada anaknya?'

Ayahnya menjawab, 'Sudah tentu!'

'Siapa yang menemukan listrik yah?' tanya sang anak.

'Tentu saja Thomas Alva Edison.' jawab ayahnya lagi.

'Kalau begitu mengapa bukan ayah Thomas Alva Edison yang menemukan listrik?' kata anaknya.

Kalau anda adalah ayahnya, kira-kira apa jawaban anda? Tapi begitulah anak-anak kita berpikir. Berpikir sederhana sesuai dengan usianya. Kita sebagai orang tua terkadang memerlukan berpikir sederhana. Berpikir sederhana bukan berarti menyederhanakan masalah namun meletakkan masalah secara proporsional. Bila menilai benar, katakan itu benar dan bila menilai salah, katakan itu salah. Membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar akan membuat kerancuan berpikir dan tidak sehat untuk pertumbuhan psikologis anak-anak kita.

Kamis, 24 Desember 2009

MENABUNG SORGA

Diam-diam Allah menganugerahkan anjuran agar manusia tidak mengumbar dan
menghabis-habiskan kegembiraan dan pesta pora sesuai bulan Ramadhan.

Mungkin agar tabungan kebahagiaan kita di sorga bisa bertumpuk
sebanyak-banyaknya.

Makan jangan terlalu banyak. Kita dididik untuk belajar ngincipi sejumput
makanan, dan selebihnya kita nikmati dengan cara memandanginya saja, untuk
kita investasikan untuk kegembiraan yang lebih tinggi kelak. Justru itulah
nikmatnya berpuasa. Menahan diri di depan makanan dan kenikmatan.

Bukankah sehari sesudah Idul Fitri, justru tatkala kita sedang berada di
puncak kemenangan dan pesta -- Allah malah men-sunnat-kan kita untuk
melakukan puasa Syawal, yang produk pahala, kemuliaan dan kenikmatannya
berlipat-lipat?

Emha Ainun Nadjib

Rabu, 23 Desember 2009

BEKERJA DENGAN HATI

Melihat seorang anggota tim yang bekerja dengan selalu semangat dan energik
dan dengan riang gembira menumbukah semangat kepada sekelilingnya, dan saya
bertanya mengapa anda bahagia bekerja disini,

AIR MATA UMAR BIN KHATTAB

Air mata Umar Bin Khattab mengisahkan tentang kebiasaan Umar Bin Khattab, sang khalifah yang pada malam hari suka berkeliling di kota Madinah untuk memantau keadaan
rakyatnya. Sampailah pada suatu malam, tiba-tiba mendengar suara tangisan anak-anak disebuah gubuk., karena penasaran Umar mendekati gubuk itu,

'Assalamu'alaikum, ' salam Umar Bin Khattab. Dari dalam rumah terdengar menjawab salam, Wa'alaikum salam,' jawab seorang perempuan tua dengan lembutnya sambil mempersilahkan masuk. Alangkah kagetnya Umar menyaksikan tiga anak yang terus menangis sambil memegang perut diatas dipan yang sudah reot. Melihat keadaan seperti itu air mata Umar Bin Khattab mengalir begitu saja tanpa terasa. Kemudian dia bertanya kepada perempuan tua itu. 'Mengapa mereka menangis?'

'Mereka kelaparan, kedua orang tuanya sudah tiada sementara saya sudah tidak sanggup lagi untuk membeli makanan untuk mereka. Sejak kedua orang tua mereka meninggal sudah tidak ada lagi yang menjenguknya, ' ucap perempuan tua dengan wajah bersedih. 'Bukankah ibu sedang menanak makanan?' tanya Umar terheran. Lalu perempuan itu menjawab, 'Saya telah membohongi mereka, bukan gandum yang saya tanak melainkan batu agar mereka berhenti menangis.' Umar nampak terkaget-kaget.

'Batu?' kata Umar tak lagi mampu menahan perih didadanya, hatinya terluka bagai disayat menyaksikan penderitaan yang dialami anak-anak yatim paitu dan seorang nenek tua itu. Air mata itu tak terbendung lagi, Umar Bin Khattab bergegas pamit meninggalkan mereka. Disaat di rumah Umar segera mengambil air wudhu untuk sholat dan berdoa, 'Ya Alloh, ampunilah hambaMu ini yang telah melalaikan mereka, Izinkan hamba menebus semua kesalahan.' Dengan secepatnya Umar Bin Khatttab mengambil sekarung gandum, sekantong roti dan susu segar untuk diserahkan kepada anak-anak yatim piatu dan nenek yang membutuhkannya. Tak lama kemudian ketiga anak itu disuapinya oleh neneknya. Anak-anak terlihat lahap makannya. Nenek itu bercerita, ketika kedua orang tua masih hidup cinta dan kasih sayangnya kepada mereka bertiga senantiasa disuapi. Setiap suapannya dihasi dengan senyuman yang indah dari ayah dan ibunya. Sejak peristiwa itu Umar Bin Khattab berjanji tidak akan pernah
ada lagi penduduk dinegerinya yang kelaparan.

Dari kisah air mata Umar Bin Khattab ini memiliki pesan bahwa perasaan bersalah pada diri Umar karena merasa lalai karena ada penduduk negerinya yang kelaparan. Perasaan bersalah inilah yang kemudian ditebus oleh Umar dengan tekadnya untuk memperbaiki sistem yang ada. Konon di masa Umar Bin Khattab inilah Baitul Mal sebagai lembaga negara berfungsi dengan baik untuk membantu mengentaskan kemiskinan pada waktu itu. barangkali banyak hal teladan dari Umar Bin Khattab yang masih relevan untuk negeri kita yang tercinta bagaimana kita menghadapi krisis dewasa ini.

Selasa, 22 Desember 2009

KALI PERTAMA

Ini kali pertama aku posting tulisan ni. Aku masih dalam tahap belajar jadi ya masih butuh banyak saran n masukan serta kritikan dari para netter sekalian. Itu aja dari aku .okrekkkkk